Bisnis.com, JAKARTA – Bank Indonesia (BI) menyoroti kondisi ekonomi syariah saat ini masih memberikan kontribusi yang rendah kepada sektor perbankan. Padahal, Indonesia bercita-cita untuk menjadi pusat ekonomi syariah dunia.
Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti mengungkapkan hal tersebut akibat masih minimnya instrumen keuangan yang berbasis syariah yang beredar di Indonesia.
“Walaupun pembiayaan syariah sudah tumbuh 12%, tetapi share terhadap perbankan secara total masih relatif kecil baru 8%. Kenapa? Karena instrumen keuangan syariahnya masih terbatas,” ungkapnya dalam Opening Ceremony FESyar Jawa 2024, Jumat (13/9/2024).
Untuk itu, Destry meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) bersama Bank Indonesia untuk terus menciptakan produk-produk baru syariah.
Destry bahkan menuturkan pihaknya kerap terkendala melakukan operasi moneter karena kekurangan underlying syariah.
“Ayo kita berpikir bersama, apa nih instrumen keuangan yang bisa kita kembangkan ke depan. Dan satu hal, kalau kita investasi di instrumen syariah, profit kan nggak apa-apa. Asal terukur. Justru balance, ada profitable, ada kesejahteraan, ada inklusi,” tuturnya.
Baca Juga
Dalam kesempatan itu pula, dirinya melaporkan pembiyaan perbankan syariah terus menunjukkan tren peningkatan per Juli 2024. Pembiayaan syariah tumbuh 11,92% secara tahunan atau year-on-year (YoY) atau mencapai Rp598 triliun.
Sebagaimana diketahui, Indonesia berhasil masuk tiga besar pada the Global Islamic Economy Indicator (GIEI) dalam State of the Global Islamic Economy (SGIE) Report 2023.
Indonesia yang pada tahun 2022 di posisi keempat, kini menduduki peringkat ketiga, di bawah Malaysia dan Arab Saudi.
Destry berpandangan melalui digitalisasi saat ini, dapat mendorong akselerasi pengembangan ekonomi syariah ke depan. Mulai dari layanan perbankan, investasi, e-commerce, hingga kegiatan ZISWAF atau zakat, infak, sedekah, dan wakaf.