Bisnis.com, JAKARTA - Pemanfaatan teknologi artificial intelligence (AI) disebut menjadi salah satu solusi untuk memacu penetrasi asuransi.
Ketua Sekolah Tinggi Manajemen Risiko dan Asuransi (STIMRA) Abitani Taim menyebut pemanfaatan teknologi juga bisa untuk meningkatkan literasi masyarakat akan pentingnya perlindungan asuransi.
"Pemanfaatan teknologi dalam industri asuransi dapat menjadi cara untuk meningkatkan penetrasi pasar dan inklusi asuransi khususnys asuransi jiwa. Perkembangan teknologi yang tepat akan sangat membantu mempercepat proses penutupan asuransi termasuk proses underwriting," kata Abitani kepada Bisnis, pekan lalu (14/11/2024).
Adaptasi teknologi dalam proses bisnis asuransi ini diharapkan dapat meningkatkan kontribusi saluran distribusi digital yang ditargetkan pada 2027 adalah sebesar 45%. Sementara per semester I/2024, kontribusi saluran digital masih 0,1% dari total pendapatan premi asuransi jiwa.
Dengan gap yang besar itu, Abitani menilai industri asuransi jiwa perlu memanfaatkan secara optimal website atau aplikasi sebagai akses penjualan dan memastikan aplikasi tersebut user friendly agar dapat diterima masyarakat.
Selain itu, menurutnya perusahaan asuransi jiwa juga perlu menyediakan produk yang tidak rumit untuk dijual secara digital.
Baca Juga
Di sisi lain, Abitani menyoroti adaptasi teknologi ini tidak lepas dari berbagai tantangan seperti kurangnya tenaga teknis hingga kurangnya literasi asuransi digital.
"Tantangan lainnya adalah masih mahalnya [investasi] untuk sistem dan kurangnya pehamanan tentang sistem [AI]," pungkasnya.
Adapun densitas dan penetrasi asuransi per September 2024 mencapai Rp2.080.020 dan 2,80%. Angka tersebut membaik dari posisinya per akhir 2023 dengan penetrasi asuransi masih di level 2,59% dan densitas sebesar Rp1,94 juta.
Pada 2023, penetrasi Indonesia sudah tertinggal dari negara-negara lain. Misalnya Malaysia yang sudah 4,8%, Australia 3,3%, Brazil 3,3%, Jepang 7,1%, Singapura 11,4% atau Afrika Selatan yang sudah mencapai 12,6%.