Bisnis.com, JAKARTA — Mayoritas ekonom memproyeksikan Bank Indonesia akan kembali menahan suku bunga acuan BI Rate di level 6%, seiring dengan rupiah yang terus melemah.
Konsensus ekonom yang dihimpun Bloomberg menunjukkan hasil proyeksi dari 31 ekonom, nilai tengah atau median berada di angka 6%.
Meski demikian, tidak sedikit pula yang memproyeksikan Bank Indonesia (BI) akan memangkas suku bunga 25 bps dalam pengumuman hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG), Rabu (18/12/2024) pukul 14.00 WIB.
Setidaknya 12 dari 31 ekonomi masih optimistis bank sentral di Indonesia akan memangkas satu kali lagi pada akhir tahun ini.
Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk. (BNLI) Josua Pardede pada awalnya melihat BI Rate dapat turun jika sinyal Fed Fund Rate (FFR) dipangkas pada FOMC Desember 2024 semakin kuat, dan rupiah tidak tembus Rp16.000 per dolar.
Nyatanya pada akhir pekan lalu, rupiah ditutup di atas Rp16.000 per dolar AS dan terus berlanjut pelemahannya pada pekan ketiga Desember. Pada akhir Selasa (17/12/2024), rupiah ditutup pada level Rp16.085 per dolar AS.
Baca Juga
Namun demikian, Josua memandang sejalan dengan perkembangannya menuju RDG Desember 2024, ruang pemotongan menyempit karena pelemahan rupiah akibat menguatnya indeks dolar AS setelah bank sentral dunia selain the Fed cenderung lebih dovish dalam kebijakan moneternya.
Meski demikian, Josua tidak mengubah proyeksinya bahwa BI akan tetap memangkas suku bunga acuan walaupun menjadi terbatas dari sebelumnya.
"[Tetap dipangkas jadi 5,75%] Jika melihat perkembangan inflasi dalam negeri yang rendah, surplus neraca dagang yang meningkat karena anjloknya impor yang menunjukkan ekonomi domestik cenderung melemah," ujarnya, Selasa (17/12/2024).
Faktor lainnya yang menjadi alasan, yakni modal asing yang sebelumnya mengalami tren outflow, sudah masuk kembali ke pasar SBN meski terbilang masih kecil. Sementara pasar saham masih tercatat net outflow sejak Oktober 2024.
Berbeda dengan Kepala Ekonom Trimegah Sekuritas Fakhrul Fulvian, dirinya terpantau mengubah proyeksi dari sebelumnya dipangkas 25 bps, menjadi tetap 6%. Tidak lain, melihat kondisi rupiah yang perlu penguatan.
"Saya lihat dengan pelemahan rupiah, BI Rate juga akan ditahan," ujarnya kepada Bisnis, Selasa (17/12/2024).
Ke depan, ruang pemangkasan suku bunga menurutnya masih akan terbatas karena akan ditentukan oleh seberapa banyak pemerintah menerbitkan SBN Valas.
Sebagaimana diketahui, pemerintah berencana menerbitkan SBN (domestik dan valas) senilai Rp642,56 triliun, naik dari outlook 2024 yang sejumlah Rp451 triliun.
"Kalau likuiditas dolar kita nggak nambah, bakal sulit [pangkas BI Rate]" lanjutnya.
Ekonom PT Bank Danamon Indonesia Tbk. (BDMN) Hosianna Evalita Situmorang menuturkan tertahannya BI Rate dapat berasal dari DXY yang menguat menjelang pelantikan Donald Trump kembali ke Gedung Putih.
Belum lagi ditambah dengan arah kebijakan China yang eksplisit mendorong pelemahan yuan. Alhasil, kedua kondisi ini cenderung berpotensi mendorong pelemahan rupiah di jangka pendek.
"Jadi kami melihat BI cenderung menjaga kestabilan nilai tukar dengan menahan suku bunga, meski memang ruang penurunan suku bunga BI masih ada mengingat The Fed juga perkiraannya akan menurunkan suku bunganya sebanyak 25 bps pada 18 Desember [waktu setempat] mendatang," ujarnya.
Sebelumnya dalam RDG November lalu, Gubernur BI Perry Warjiyo menyampaikan bahwa inflasi yang rendah diiringi dengan pertumbuhan ekonomi yang masih tinggi di Tanah Air, membuka peluang pemangkasan BI Rate.
Melihat dinamika yang terjadi, pihaknya masih perlu memperhatikan pergerakan nilai tukar rupiah dan prospek inflasi serta perkembangan data dan dinamika kondisi yang berkembang dalam mencermati ruang penurunan suku bunga kebijakan BI Rate lebih lanjut.
"Apakah masih terbuka ruang penurunan suku bunga? Masih terbuka tapi akan sangat tergantung ini [merujuk pada rupiah, inflasi, dan dinamika global], sabar," ujarnya dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG), Rabu (20/11/2024).