Bisnis.com, JAKARTA — Implementasi Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 20/2023 tentang Produk Asuransi yang Dikaitkan dengan Kredit atau Pembiayaan Syariah serta Produk Suretyship atau Suretyship Syariah masih menghadapi berbagai tantangan.
Praktisi manajemen risiko sekaligus Ketua Umum Komunitas Penulis Asuransi Indonesia (Kupasi) Wahyudin Rahman mengatakan meskipun aturan ini memberikan kepastian regulasi, pelaksanaannya masih menghadapi sejumlah tantangan.
Menurut Wahyudin, hampir semua perusahaan asuransi yang memiliki produk asuransi kredit telah menyesuaikan diri dengan regulasi baru tersebut, termasuk memperbarui kerja sama dengan perbankan. Namun, dia mengakui bahwa proses negosiasi dengan pihak bank cukup alot, terutama terkait pembagian beban risiko (burden sharing) dan aturan lain seperti jangka waktu asuransi.
"Pelaksanaan saat ini, hampir semua perusahaan asuransi yang mempunyai produk asuransi kredit sudah mengikuti regulasi POJK 20/2023 dan memperbarui kerja sama dengan perbankan. Namun, memang dalam perjalanannya negosiasi dengan bank cukup alot, tidak hanya burden sharing tetapi aturan lain seperti jangka waktu asuransi," kata Wahyudin saat dihubungi Bisnis pada Senin (13/1/2025).
Wahyudin menambahkan bahwa prospek pendapatan premi dari asuransi kredit tetap memiliki peluang pertumbuhan, meskipun pertumbuhannya diperkirakan kecil. Dia menjelaskan, kondisi ekonomi yang masih dalam tahap pemulihan serta kebutuhan pemenuhan regulasi menjadi faktor yang mempengaruhi hal tersebut.
Lebih lanjut, Wahyudin optimistis bahwa aturan ini akan meningkatkan tata kelola asuransi kredit di masa depan. Namun, dia juga menyoroti penyesuaian tarif dan cadangan premi, serta ketiadaan regulasi pendukung dari sisi perbankan terkait asuransi kredit masih menjadi tantangan lainnya.
Baca Juga
"Yang menjadi tantangan saat ini adalah negosiasi ke perbankan, hal ini karena tidak adanya regulasi pendukung dari sisi perbankan terkait asuransi kredit. Selain itu, penyesuaian tata kelola asuransi kredit dalam hal penyesuaian tarif dan cadangan premi," kata Wahyudin.
Dia juga mengungkapkan bahwa penerapan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 117 menjadi tantangan tambahan bagi perusahaan asuransi kredit, sehingga tidak banyak perusahaan yang menjual produk asuransi kredit saat ini.
"Tidak banyak perusahaan asuransi yang menjual asuransi kredit, apalagi adanya penerapan PSAK 117," tutupnya.
POJK Nomor 20 Tahun 2023 mengatur mengenai produk asuransi yang terkait dengan kredit atau pembiayaan syariah, serta produk suretyship atau suretyship syariah.
Salah satu poin utama dalam peraturan tersebut adalah ketentuan pembagian risiko (resharing) antara perusahaan asuransi dan pihak pemberi kredit. Berdasarkan regulasi tersebut, perusahaan asuransi diwajibkan menanggung 7% dari risiko asuransi kredit, sementara sisanya, yaitu 25%, harus ditanggung oleh pihak pemberi kredit.
Hal ini bertujuan untuk menjaga keseimbangan risiko antara asuransi dan kreditur serta untuk memperkuat stabilitas kedua sektor ini.Selain itu, POJK 20/2023 juga mengatur tentang jangka waktu pertanggungan asuransi kredit yang dibatasi hingga maksimal lima tahun.
Meskipun begitu, terdapat kemungkinan untuk memperpanjang masa pertanggungan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pembatasan ini dimaksudkan untuk mengelola risiko secara lebih baik, sesuai dengan profil risiko kredit yang ditanggung oleh kedua pihak.