Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Optimisme Industri Penjaminan Melawan Pelemahan Ekonomi

Pelemahan ekonomi membuat daya beli masyarakat dan kegiatan usaha lesu, sehingga berimbas pada kinerja penjaminan. Industri putar otak untuk menjaga performa.
Truk kontainer melintas di antara tumpukan peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (3/6/2025). Bisnis/Arief Hermawan P
Truk kontainer melintas di antara tumpukan peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (3/6/2025). Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA — Industri penjaminan melanjutkan kinerja negatif hingga April 2025. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), aset industri penjaminan dan nilai imbal penjaminan (IJP) melanjutkan kontraksi.

Nilai aset perusahaan penjaminan per April 2025 terkontraksi 0,58% (year on year/YoY) menjadi Rp47,34 triliun. Sementara itu, nilai IJP per April 2025 juga turun 10,23% (YoY) menjadi Rp2,57 triliun.

Pada periode sebelumnya, naset industri penjaminan per Maret 2025 juga terkoreksi sebesar 0,52% (YoY) menjadi Rp47,12 triliun. Sementara itu, nilai IJP per Maret 2025 juga terkoreksi 2,67% (YoY) menjadi Rp2,09 triliun.

Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan dan Dana pensiun OJK Ogi Prastomiyono mengatakan bahwa otoritas telah merilis beberapa kebijakan yang bertujuan untuk memperkuat industri penjaminan di Tanah Air. Pertama, OJK telah menerbitkan Peraturan OJK (POJK) Nomor 10/2025 tentang Perubahan atas POJK Nomor 1/2017 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin.

Regulasi itu mengatur antara lain peningkatan modal disetor bagi izin usaha baru perusahaan penjaminan hingga mengatur perluasan wilayah operasional Jamkrida pada daerah yang belum memiliki Jamkrida.

Kedua, OJK juga telah menerbitkan POJK Nomor 11 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Lembaga Penjamin. Regulasi ini mengatur antara lain peningkatan ekuitas bagi perusahaan eksisting, kemudahan resharing dengan kreditur minimum 25% dari outstanding penjaminan, hingga penyesuaian batas maksimum gearing ratio dari yang sebelumnya untuk kegiatan produktif sebesar 20 kali menjadi 40 kali dari total ekuitas untuk semua kegiatan usaha penjaminan.

"Terkait pemurnian kegiatan usaha penjaminan, OJK mewajibkan perusahaan asuransi yang menyelenggarakan usaha penjaminan berdasarkan penugasan pemerintah untuk membentuk unit usaha penjaminan sampai 2025 ini," kata Ogi.

Usai pembentukan unit usaha penjaminan tersebut, OJK menargetkan dalam lima tahun ke depan sudah dilakukan sipin off sehingga terbentuk perusahaan penjaminan yang berdiri sendiri.

Dalam Peta Jalan Industri Penjaminan 2024—2028, OJK menargetkan portofolio penjaminan untuk sektor UMKM mencapai 90%. Sampai dengan April 2025, portofolio penjaminan untuk UMKM telah mencapai 80,50%.

"Dengan berbagai kebijakan yang sudah dilakukan OJK, diharapkan portofolio penjaminan segmen UMKM berkelanjutan dan bisa mencapai target sesuai peta jalan yang sudah kita susun," pungkasnya.

Dampak Pelemahan Ekonomi

Asosiasi Perusahaan Penjaminan Indonesia (Asippindo) menyebut kinerja negatif industri penjaminan dalam empat bulan pertama tahun ini adalah dampak dari kondisi pelemahan ekonomi.

Sekretaris Jenderal Asippindo, Agus Supriadi menjelaskan kondisi ekonomi yang lesu itu berdampak pada kegiatan usaha dan daya beli masyarakat, yang pada akhirnya turut berimbas pada kinerja industri penjaminan.

"Pengusaha mungkin banyak menunda proyeknya karena kondisi ekonomi yang lesu dan tidak ada stimulus yang nyata serta daya beli masyarakat yang menurun. Daya beli masyarakat ini merupakan daya ungkit usaha juga," kata Agus.

Agus memaparkan stragegi yang bisa dilakukan industri penjaminan untuk memperbaiki kinerja antara lain adalah dengan meningkatkan literasi masyarakat atau mitra penjaminan tentang pentingnya penjaminan. 

Selain itu, industri penjaminan juga perlu mengembangkan produk penjaminan yang inovatif dan sesuai kebutuhan, serta produk-produk yang belum optimal digarap seperti pembiayaan sektor produktif bank swasta, BPD, koperasi, dan korporasi lainnya.

Selanjutnya, adalah dengan pemanfaatan teknologi untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemasaran, mengurangi biaya operasional untuk meningkatkan profitabilitas perusahaan, serta mengembangkan jaringan distribusi yang efektif untuk meningkatkan aksesibilitas produk penjaminan.

"Terakhir, perusahaan penjaminan dapat meningkatkan transparansi dalam operasional dan keuangan untuk meningkatkan kepercayaan mitra dan reputasi perusahaan penjaminan di mata stakeholder," tegasnya.

Agus mengatakan kinerja industri perusahaan penjaminan ke depan akan tergantung oleh seberapa efektif implementasi strategi tersebut.

Optimisme Pelaku Usaha

Meski kinerja industri sedang turun, PT Jaminan Pembiayaan Askrindo Syariah (JPAS) masih optimis terhadap prospek industri penjaminan tahun ini. 

Saat aset industri terkoreksi, JPAS sendiri dalam periode Januari-April 2025 membukukan pertumbuhan aset sebesar 20,5% (YoY) menjadi Rp3,1 triliun. Hanya saja, nilai IJP perusahaan dalam periode ini terkoreksi sebesar 8,9% (YoY) menjadi Rp227,2 miliar.

Direktur Utama PT Jaminan Pembiayaan Askrindo Syariah, Kokok Alun Akbar menjelaskan bahwa pertumbuhan aset perusahaan pada periode tersebut didorong oleh laba yang dibukukan perusahaan.

Sedangkan, penurunan nilai IJP disebabkan karena pada triwulan I/2025 perusahaan lebih fokus kepada menjaga kualitas aset dan melakukan ekspansi di target pasar yang memiliki risiko rendah. Langkah ini diambil perusahaan sebagai antisipasi dampak Covid-19 dan kondisi makro ekonomi yang masih belum sepenuhnya pulih.

"Kami optimistis pada tahun 2025 ini kondisi kinerja perusahaan akan lebih bagus dibandingkan tahun 2024 seiring dengan penerapan kebijakan pemerintah yang semakin baik bagi UMKM dan penerapan POJK 11/2025 tentang Penyelenggaraan Usaha Lembaga Penjamin, terutama terkait ketentuan mengenai kapasitas penjaminan atau gearing ratio produktif yang ditingkatkan dari 20 kali menjadi 40 kali," kata Alun.

Perusahaan penjaminan yang masih optimis akan prospek industri adalah PT Jaminan Kredit Indonesia (Jamkrindo). Adapun perusahaan dalam periode Januari—April mencatatkan kontraksi aset dan nilai IJP masing-masing sebesar 2% (YoY) dan 4,7% (YoY).

Direktur Bisnis Penjaminan Jamkrindo Henry Panjaitan menjelaskan bahwa kontraksi tersebut disebabkan karena perusahaan meningkatkan risk management melalui peningkatan sistem know your customer, pemilihan produk dengan risiko rendah serta risk assessment yang lebih fokus pada APBN dan APBD.

"Kendati terjadi penurunan aset dan imbal jasa penjaminan secara YoY pada April 2025, perusahaan tetap optimistis dapat mencapai target yang telah ditetapkan berdasarkan strategi untuk mendorong penjaminan di luar penugasan pemerintah [penjaminan KUR], terutama melalui penjaminan langsung [suretyship] dengan skema case by case [CbC]," kata Henry.

Meski sedang dalam tantangan, Henry menegaskan bahwa prospek industri penjaminan kredit tetap terbuka lebar, terutama karena penjaminan kredit menyasar ke sektor UMKM yang menjadi tulang punggung perekonomian nasional, serta selaras dengan cita-cita bangsa yang tercermin dari Asta Cita Pemerintah.

"Peluangnya adalah pangsa pasar sektor UMKM yang sangat besar, di mana industri penjaminan kredit ke depan akan menjadi bagian tak terpisahkan dari ekosistem keuangan, bukan lagi pelengkap saja," pungkasnya.

Sementara itu, Ketua Sekolah Tinggi Manajemen Risiko dan Asuransi (STIMRA) Abitani Taim menilai pemurnian industri penjaminan bisa menjadi katalis positif yang mendongkrak preforma industri.

Saat ini, banyak bidang usaha penjaminan justru dijalankan oleh perusahaan asuransi umum. Bidang usaha itu meliputi surety bond hingga penjaminan kredit tanpa agunan seperti program Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang dijalankan pemerintah.

Melalui POJK Nomor 36/2024, OJK mengamanatkan perusahaan asuransi yang melakukan perluasan ruang lingkup usaha penjaminan berdasarkan penugasan pemerintah wajib membentuk unit usaha penjaminan (UUP). Ketentuan ini sebagai upaya pemurnian industri penjaminan.

"Hal ini [pemurnian] dapat mengurangi jumlah perusahaan asuransi yang menjual produk-produk penjaminan sehingga perusahaan penjaminan akan berkurang persaingannya dan mendorong kinerja industri penjaminan," kata Abitani.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper