Kesiapan Industri
Standar baru yang akan diterapkan OJK mendapat respons positif dari industri. Fauzi Arfan, Ketua Bidang Produk, Manajemen Risiko, GCG AAJI mengatakan asosiasi mendukung langkah OJK dalam meningkatkan standar industri asuransi kesehatan di Indonesia. Dalam berbagai diskusi baik tertulis maupun tatap muka, lanjutnya, AAJI bersama anggota industri telah memberikan masukan terkait kesiapan perusahaan dalam memenuhi persyaratan ini.
"Kami menekankan pentingnya fase transisi dan kesiapan sumber daya, agar implementasi aturan ini dapat berjalan efektif tanpa menghambat operasional perusahaan asuransi," tegasnya.
Setali tiga uang, perusahaan asuransi jiwa, PT Asuransi Jiwa Generali Indonesia atau Generali Indonesia juga menyambut baik langkah regulator tersebut. Head of Corporate Communications Generali Indonesia Windra Krismansyah mengatakan pihaknya sedang mempelajari dan berkoordinasi dengan berbagai pihak.
Generali Indonesia, kata dia, telah menerapkan berbagai langkah dalam pengelolaan risiko medis dan juga telah memanfaatkan teknologi artificial intelligence (AI) dalam proses klaim untuk meminimalisir potensi fraud yang mungkin terjadi.
"Ke depannya, dengan kebijakan ini, industri didorong untuk lebih siap dari berbagai sisi, baik SDM dan teknologi, guna menciptakan sistem asuransi kesehatan yang lebih berkelanjutan dan efisien," ujarnya.
Sementara itu, Wakil Presiden Direktur PT Asuransi Cakrawala Proteksi Indonesia (ACPI), Nicolaus Prawiro menjelaskan ACPI bergerak cepat dengan melengkapi ketentuan yang akan diatur OJK. Saat ini ACPI telah memiliki dokter perusahaan dan tim klaim dengan pendidikan di bidang kesehatan, hingga TPA yang menyediakan dokter untuk melakukan case monitoring/penjaminan dan pesetujuan atas klaim pengobatan peserta,
Baca Juga
"Terkait dengan kebijakan OJK yang mewajibkan MAB, ACPI akan bekerja sama dengan organisasi profesi antara lain seperti Ikatan Dokter Indonesia dan Persatuan Dokter Gigi Indonesia untuk mempersiapkan MAB ACPI. Kami dengan TPA juga sedang mempersiapkan layanan analisa klaim berbasis artificial intelligence seperti OCR untuk dapat memproses klaim lebih cepat dan akurat, serta dapat medeteksi fraud," terang Nico.
Sementara itu, Deputi Komisioner Bidang Pengawasan Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun OJK Iwan Pasila menjelaskan bahwa dibukanya opsi bekerja sama dengan pihak ketiga adalah cara OJK memberikan ruang bagi perusahaan asuransi untuk bisa memenuhi ketentuan baru ini.
"Persyaratan fungsi ini wajib dimiliki oleh perusahaan asuransi yang ingin memasarkan asuransi kesehatan. Bagi yang tidak memiliki ketiga fungsi ini, dapat bekerja sama dengan perusahaan asuransi yang sudah memiliki atau dengan eksternal TPA yang memenuhi persyaratan ketiga fungsi ini," jelas Iwan.
Praktisi Manajemen Risiko dan Ketua Umum Komunitas Penulis Asuransi Indonesia (Kupasi), Wahyudin Rahman melihat pada saat ini untuk implementasi MAB beberapa perusahaan terutama asuransi jiwa memang sudah siap, meskipun memang masih perlu ditingkatkan khususnya bagi perusahaan yang belum memiliki.
"Sedangkan untuk IT yang dapat mendeteksi fraud ini sangat bagus namun memerlukan investasi besar. Jadi perlu bertahap implementasinya," ujarnya.
Menimbang hal di atas, Wahyudin berharap OJK bisa mengakomodir masukan dari industri bahwa implementasi MAB dan sistem informasi dapat dilakukan bertahap. Di sisi lain, ada dukungan regulasi agar investasi teknologi dan SDM bisa lebih terjangkau bagi perusahaan asuransi.
"Perusahaan asuransi juga dapat mengusulkan mekanisme evaluasi periodik terhadap regulasi ini untuk memastikan efektivitasnya dalam meredam inflasi medis tanpa menghambat akses terhadap layanan kesehatan yang berkualitas," pungkasnya.