Bisnis.com, JAKARTA – Presiden Prabowo Subianto mendorong bank yang tergabung dalam Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) untuk mendukung keberlanjutan usaha tekstil di Tanah Air.
Hal tersebut disampaikan sebagai respons atas masukan dari Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API). Eks Danjen Kopassus ini menggarisbawahi pentingnya peran pemerintah dalam merumuskan kebijakan terhadap industri padat karya, tak terkecuali tekstil.
"Kemarin kami rapat memanggil Dirut Himbara, Gubernur BI hadir, Menko Perekonomian juga hadir. Kita beri pengarahan kepada Himbara bahwa industri padat karya, seperti tekstil harus didukung," kata Prabowo dalam Sarasehan Ekonomi Bersama Presiden RI di Jakarta, Selasa (8/4/2025).
Industri tekstil dalam negeri cenderung mengalami guncangan dalam beberapa waktu terakhir. Belum surut permasalahan gulung tikar perusahaan seperti PT Sri Rejeki Isman alias Sritex, kekhawatiran kembali mencuat imbas rencana penerapan tarif impor resiprokal oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
Dari sisi perbankan, peningkatan risiko muncul dalam aspek penyaluran kredit hingga ketersediaan likuiditas. Menanggapi hal ini, Head of Research Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Trioksa Siahaan memandang bahwa bank-bank pelat merah akan berupaya menyelaraskan kinerjanya untuk mendukung program pemerintah.
“Namun, bank juga merupakan industri yang high regulated, sehingga tetap perlu memperhatikan regulasi, manajemen risiko dan prinsip kehati-hatian,” katanya kepada Bisnis, Kamis (10/4/2025).
Baca Juga
Dia menggarisbawahi pentingnya proses analisis risiko yang dilakukan bank-bank Himbara. Lebih lagi, dorongan itu dilakukan bersamaan dengan keterlibatan bank BUMN dalam menyokong program pemerintah lainnya, seperti program 3 juta rumah hingga Koperasi Desa Merah Putih.
Menurut Trioksa, apabila analisis menunjukkan kemungkinan risiko yang tinggi dalam pembiayaan terhadap sektor tertentu, maka bank perlu mengantisipasi hal tersebut.
Kondisi Kredit Industri Pengolahan
Penyaluran kredit merupakan salah satu bentuk dukungan perbankan untuk industri tekstil. Berdasarkan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) 2020, industri tekstil merupakan turunan dari kategori lapangan usaha industri pengolahan.
Berdasarkan Statistik Perbankan Indonesia (SPI) terbitan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), penyaluran kredit untuk industri pengolahan mengalami tren pertumbuhan dalam beberapa tahun terakhir. Risiko kredit yang tecermin dari rasio kredit bermasalah (nonperforming loan/NPL) juga melandai.
Per 2024, kredit yang disalurkan bank umum terhadap industri pengolahan mencapai Rp1.224,13 triliun. Jumlah kredit bermasalah atau NPL sektor ini tercatat sebesar Rp35,97 triliun, atau setara dengan kisaran 2,93%.
Realisasi pembiayaan itu meningkat 9,56% secara tahunan (year on year/YoY) dari Rp1.117,34 triliun pada 2023. NPL pada tahun yang sama juga tercatat sebesar Rp36,38 triliun atau sama dengan 3,25% dari total kredit.
Sementara itu, pada 2022, penyaluran kredit terhadap industri pengolahan berada pada level Rp1.067 triliun. Total kredit bermasalah pada tahun itu mencapai Rp40,18 triliun atau sebesar 3,76%.