Bisnis.com, JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat aset industri dana pensiun sukarela mengalami perlambatan pertumbuhan pada Februari 2025 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Selain aset, iuran program pensiun dalam periode tersebut juga tumbuh melambat.
Nilai aset program pensiun sukarela per Februari 2025 hanya tumbuh 2,36% year on year (YoY) menjadi Rp381,13 triliun. Saat yang sama nilai iuran yang hanya tumbuh 3,25% YoY menjadi Rp5,79 triliun. Sebagai perbandingan, pada Februari 2024, nilai aset program pensiun sukarela tumbuh 7,03% YoY menjadi Rp372,34 triliun, dengan nilai iuran yang juga tumbuh 16,18% YoY menjadi Rp5,61 triliun.
Direktur Utama Dapen BCA, Budi Sutrisno menjelaskan perlambatan pertumbuhan aset dana pensiun sukarela disebabkan oleh beberapa faktor seperti volatilitas pasar dan fluktuasi suku bunga.
“Fluktuasi suku bunga memengaruhi nilai instrumen pendapatan tetap seperti obligasi pemerintah (SBN), yang menjadi porsi besar investasi dana pensiun (30–50% portofolio). Kenaikan suku bunga dapat menurunkan nilai obligasi, mengurangi pertumbuhan aset. Penurunan penempatan investasi di saham akibat sentimen negatif pasar ekuitas juga melemahkan kinerja investasi,” kata Budi kepada Bisnis, Senin (21/4/2025).
Faktor penekan berikutnya adalah defisit iuran dan penarikan manfaat. Budi menjelaskan bahwa banyak Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) mengalami defisit iuran, di mana pembayaran manfaat pensiun lebih besar daripada iuran dari peserta aktif. Hal ini turut mengurangi pertumbuhan aset. Di sisi lain, penarikan dana manfaat oleh peserta yang pensiun atau perubahan kebijakan pembayaran juga berkontribusi pada penurunan aset.
Sedangkan faktor penurunan kepesertaan dana pensiun sukarela juga tidak kalah penting. Budi menjelaskan bahwa kondisi ini dipengaruhi oleh tren ketenagakerjaan, seperti berkurangnya jumlah pekerja formal di perusahaan pendiri DPPK. Selain itu, kurangnya kesadaran masyarakat tentang manfaat dana pensiun sukarela, terutama di kalangan pekerja informal, turut membatasi pertumbuhan peserta baru.
Baca Juga
“Terakhir adalah ketidakpastian ekonomi global dan domestik. Faktor eksternal seperti perang, volatilitas harga komoditas, dan kebijakan moneter global seperti pengetatan suku bunga menciptakan ketidakpastian yang menekan kinerja investasi,” tandasnya.
Meski dihadapkan pada situasi sulit, Budi melihat ada peluang bagi industri dana pensiun untuk tetap tumbuh secara berkelanjutan. Peluang tersebut antara lain adalah pemulihan ekonomi dan stabilitas inflasi.
Menurutnya, pemulihan ekonomi dan inflasi yang terkendali dapat meningkatkan kinerja pasar saham dan obligasi, sehingga mendorong pertumbuhan aset dana pensiun. Di sisi lain, penurunan suku bunga berpotensi memberikan apresiasi terhadap nilai obligasi.
Peluang berikutnya adalah kenaikan Upah Minimum Regional (UMR), yang menurutnya dapat meningkatkan daya beli peserta. Hal ini memungkinkan iuran yang lebih besar seiring dengan pertumbuhan jumlah peserta.
Peluang ketiga adalah peningkatan partisipasi pekerja formal, yang membuka peluang perluasan cakupan Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK), terutama dengan dukungan digitalisasi.
“Pendirian DPLK oleh manajer investasi juga menjadi peluang. Ini memungkinkan manajer investasi mendirikan DPLK dan memperluas aksesibilitas serta inovasi produk dana pensiun,” pungkasnya.