Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Dana Pensiun Mulai Terdampak Pelemahan Kinerja Ekonomi

Dapen BCA melakukan kombinasi investasi pada instrumen jangka pendek dan likuid seperti deposito dan SBN tenor pendek, serta investasi jangka panjang.
Ilustrasi dana pensiun./Bisnis - Albir Damara
Ilustrasi dana pensiun./Bisnis - Albir Damara

Bisnis.com, JAKARTA – Tekanan kinerja ekonomi mulai berdampak kepada para pengelola dana jangka panjang seperti dana pensun.  

Budi Sutrisno, Direktur Utama Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) Program Pensiun Iuran Pasti (PPIP) Dapen BCA mengatakan tren perlambatan aset dan iuran terjadi di industri dana pensiun Tanah Air. Kondisi tersebut disebabkan oleh faktor tekanan konsumsi masyarakat dan pemutusan hubungan kerja (PHK).

"Kinerja Dapen hingga Februari 2025 relatif stabil, walaupun mengalami perlambatan sesuai tren industri. Pertumbuhan aset dan iuran dibandingkan periode yang sama tahun lalu masih positif, namun tidak setinggi sebelumnya, sejalan dengan kondisi ekonomi yang masih menghadapi tekanan dari sisi konsumsi dan ketenagakerjaan," kata Budi kepada Bisnis, Senin (21/4/2025).

Meski demikian, Budi menegaskan Dapen BCA tetap menerapkan prinsip pengelolaan portofolio yang berimbang dan terukur. Strateginya, Dapen BCA melakukan kombinasi investasi pada instrumen jangka pendek dan likuid seperti deposito dan SBN tenor pendek, serta investasi jangka panjang dengan potensi imbal hasil lebih tinggi guna mendukung pertumbuhan nilai portofolio.

"Prinsip liability-driven investment (LDI) tetap dijalankan untuk memastikan kesesuaian antara arus kas dari aset dan kebutuhan pembayaran manfaat pensiun ke depan, menjaga stabilitas dan kesinambungan," tegasnya.

Budi melanjutkan, untuk mendukung pertumbuhan berkelanjutan industri dana pensiun sukarela, regulator perlu memberikan dukungan seperti peningkatan edukasi dan sosialisasi dengan melanjutkan program seperti Pension Day untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, khususnya pekerja informal, tentang manfaat dana pensiun sukarela, serta melakukan kolaborasi dengan pemerintah, ADPI, dan Apindo untuk kampanye literasi keuangan yang masif.

Selain itu, diperlukan harmonisasi regulasi dengan melakukan koordinasi lintas lembaga untuk menyusun kebijakan yang selaras dan saling melengkapi, sehingga peserta maupun pemberi kerja memiliki kejelasan dan insentif dalam berpartisipasi pada program pensiun.

Harmonisasi tersebut, menurutnya, bertujuan agar program pensiun sukarela dapat berjalan berdampingan secara optimal dengan skema pensiun wajib seperti BPJS Ketenagakerjaan tanpa menimbulkan tumpang tindih yang dapat membebani pelaku usaha.

"Prinsip utamanya adalah mendorong sinergi antarkebijakan guna menciptakan ekosistem pensiun yang sehat, kompetitif, dan inklusif. Dukungan digitalisasi juga diperlukan untuk mendorong pengembangan aplikasi digital yang memudahkan akses pembelian dan pengelolaan dana pensiun, terutama bagi pekerja informal," pungkasnya.

Adapun OJK mencatat kinerja pertumbuhan aset industri dana pensiun sukarela yang melambat. Nilai aset program pensiun sukarela per Februari 2025 hanya tumbuh 2,36% (yoy) menjadi Rp381,13 triliun, dengan nilai iuran yang hanya tumbuh 3,25% (yoy) menjadi Rp5,79 triliun. Dibandingkan periode sebelumnya, per Februari 2024, nilai aset program pensiun sukarela saat itu tumbuh 7,03% menjadi Rp372,34 triliun, dengan nilai iuran yang juga tumbuh 16,18% (yoy) menjadi Rp5,61 triliun.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper