Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah sedang menyiapkan produk asuransi untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG). Jika program asuransi MBG berjalan, industri berpotensi meraup pendapatan premi yang besar. Namun, di balik peluang tersebut, ada kekhawatiran bahwa asuransi dalam program MBG bisa semakin membebani APBN.
Praktisi Manajemen Risiko dan Ketua Umum Komunitas Penulis Asuransi Indonesia (Kupasi) Wahyudin Rahman menghitung potensi premi yang bisa didapatkan industri asuransi dari program MBG bisa mencapai hingga Rp1,7 triliun per tahun. Proyeksi tersebut berdasarkan asumsi anggaran yang dialokasikan pemerintah untuk program MBG tahun ini sebesar Rp171 triliun, dengan alokasi per porsi MBG sebesar Rp15.000.
"Jika hanya 0,5% hingga 1% dari nilai per porsi yang dialokasikan untuk premi [setara Rp75–Rp150], industri asuransi nasional tetap berpotensi mengelola premi Rp850 miliar hingga Rp1,7 triliun per tahun," kata Wahyudin kepada Bisnis, Rabu (14/5/2025).
Wahyudin memahami di balik peluang besar tersebut ada kekhawatiran beban APBN akan semakin berat. Namun, menurutnya, hal itu baru akan terjadi jika pendekatan premi asuransi MBG dilakukan secara konvensional dengan model perlindungan menyeluruh dan biaya klaim yang tinggi.
Sebagai solusi, Wahyudin menyarankan asuransi MBG dikemas dalam bentuk produk asuransi mikro dengan premi di bawah Rp500 dan besaran santunan antara Rp1 juta hingga Rp2,5 juta per orang.
Baca Juga
Opsi lain adalah menggunakan konsep asuransi parametrik. Misalnya, jika terjadi insiden keracunan massal di suatu wilayah, klaim dibayarkan otomatis tanpa investigasi kasus per kasus.
Dalam penetapan premi, Wahyudin menyarankan kemitraan dengan pihak swasta, seperti perusahaan makanan penyedia MBG yang diwajibkan ikut menanggung sebagian premi. Hal ini akan meminimalkan beban APBN.
Kapler Marpaung, Pengamat Asuransi dan Dosen Program Magister Manajemen Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (UGM), menilai asuransi MBG akan menjadi tanggungan APBN. Menurutnya, premi dapat dibiayai penuh oleh pemerintah atau ditanggung pihak supplier MBG.
"Jika pemerintah yang menanggung, anggaran akan naik. Jika premi ditanggung supplier atau produsen, biaya MBG akan naik dan pada akhirnya menjadi beban pemerintah," jelas Kapler.
Program MBG ditargetkan menyasar 82,9 juta penerima. Dengan asumsi uang pertanggungan per orang sebesar Rp10 juta dan rate premi 0,20%, Kapler menghitung potensi pendapatan premi yang akan dikelola perusahaan asuransi mencapai Rp1,658 triliun.
Sejumlah perusahaan asuransi menyambut baik wacana perlindungan program MBG ini. Misalnya, PT Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo), anggota holding BUMN IFG, menyatakan siap mendukung program prioritas Presiden Prabowo Subianto.
"Jasindo yang tergabung dalam holding Asuransi (IFG) akan memberikan yang terbaik bagi masyarakat dengan tetap mengutamakan prinsip-prinsip kerja yang prudent dan GCG," kata Brellian Gema, Sekretaris Perusahaan Jasindo.
Senada, Nicolas Prawiro, Wakil Presiden Direktur PT Asuransi Cakrawala Proteksi Indonesia (ACPI), menegaskan dukungan terhadap program pemerintah, meskipun masih akan mempelajari ketentuan dan cara pelaksanaannya.
Direktur Utama PT Asuransi Asei Indonesia Dody Achmad Sudiyar Dalimunthe menekankan cakupan risiko yang dilindungi asuransi dalam program MBG cukup luas, memastikan program berjalan lancar dan mengurangi potensi kerugian.
Sebelumnya, Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun (PPDP) OJK, Ogi Prastomiyono, mengatakan Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) dan Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) sedang menyusun proposal awal terkait mekanisme asuransi untuk program MBG.
"Kami sedang berkoordinasi dengan asosiasi untuk menyampaikan proposal dukungan asuransi terhadap program MBG, termasuk masalah besarnya pertanggungan, santunan, dan premi yang harus dibayarkan," ujar Ogi.
Sebagai gambaran saat ini, asuransi komersial masih mencatatkan kontraksi premi. Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat per Maret 2025, nilai premi asuransi komersial tergerus 0,06% secara tahunan atau year on year (YoY) menjadi Rp87,71 triliun. Bila dirinci, premi asuransi jiwa masih tumbuh 3,08% YoY menjadi Rp47,19 triliun, sedangkan asuransi umum dan reasuransi mengalami koreksi 3,50% YoY menjadi Rp40,52 triliun.