BISNIS.COM, BALIKPAPAN--Kantor Perwakilan Bank Indonesia Balikpapan mengaku kurang puas dengan masih tingginya selisih bunga bersih (net interest margin/NIM) perbankan yang mencapai 9,15%, karena masih jauh lebih tinggi dibandingkan nasional yang hanya 5,34%.
Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Balikpapan Tutuk S.H. Cahyono mengatakan tingginya rasio NIM ini menunjukkan perbankan masih menerapkan suku bunga tinggi terhadap pinjaman yang diberikan kepada nasabah.
Dia mengharapkan agar NIM tersebut bisa ditekan setidaknya menyamai rasio pada capaian nasional.
“Saya masih kurang happy dengan NIM ini meskipun ada penurunan dari 9,53% pada kuartal IV/2012 menjadi 9,15% pada kuartal/2013,” ujarnya, Kamis (18/04/2013).
Penurunan NIM, katanya, akan mempermudah pelaku usaha dalam membayar kredit karena beban bunga yang relatif murah.
Selain itu, konsumen juga akan mendapatkan harga barang yang lebih murah karena biaya investasi yang dikeluarkan oleh pelaku usaha juga lebih ringan.
Tutuk berpendapat menurunkan NIM juga tidak akan menggerus pendapatan bunga perbankan karena dengan menggeliatnya sektor bisnis pelaku usaha akan menarik minat dalam menambah kapasitas usaha.
“Salah satu permodalannya kan kembali lagi ke perbankan. Ini sebenarnya menjadi peluang bagi perbankan,” tukasnya.
Bunga pinjaman yang diberikan pada kisaran yang cukup tinggi memang tidak akan menimbulkan masalah bagi industri yang memiliki rasio pengembalian modal cukup tinggi seperti pertambangan, perkebunan dan pengolahan.
Namun, bagi industri kecil tentu akan keberatan karena beban bunga yang harus ditanggungnya cukup tinggi sehingga tidak bisa mengembangkan usahanya secara berkelanjutan.
Tutuk mengakui pemberian standar tersebut merupakan kebijakan dari kantor pusat perbankan yang berada di Jakarta.
Namun, perwakilan di daerah tentu memiliki acuan standar dan bisa mengambil batas bawah acuan tersebut sehingga tidak terlalu membebani sektor lain yang memiliki rasio pengembalian modal cukup kecil.
Selain itu, dia juga menyayangkan adanya peningkatan rasio BOPO (Beban Operasional Pendapatan Operasional) yang justru meningkat ketika NIM menurun.
Tutuk berharap kenaikan itu terjadi karena memang ada penurunan pendapatan operasional dan bukan disebabkan oleh biaya beban yang memang tidak perlu dikeluarkan.
Tercatat pada kuartal I/2013, rasio BOPO mencapai 63,79% meningkat dibandingkan pada kuartal IV/2012 yang hanya sebesar 56,89%.
Selain akan meningkatkan taraf ekonomi masyarakat, turunnya NIM juga akan menekan rasio non performing loan (NPL) sehingga kualitas kredit perbankan akan lebih baik.
“Rasio NPL perbankan di Wilayah Kerja Balikpapan pada kuartal I/2013 mencapai 2,45% atau meningkat 0,05% dari posisi kuartal IV/2012 yang mencapai 2,40%. Ini terjadi karena masalah di sektor pertambangan, jasa sosial, dan konstruksi,” terangnya.
Tercatat total penyaluran kredit oleh perbankan di Kota Balikpapan per Maret 2013 mencapai Rp18,21 triliun dengan pertumbuhan sebesar 12,9% secara tahunan (year on year).
Kredit konsumsi masih memberikan porsi terbesar dari penyaluran kredit hingga Rp7,1 triliun, disusul kredit modal kerja sebesar Rp6,73 triliun serta kredit investasi Rp4,37 triliun.