Bisnis.com, MAKASSAR - Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) mempertanyakan batasan pengungkapan informasi mengenai biaya yang harus ditanggung konsumen dalam penawaran produk asuransi.
Kewajiban itu tertuang dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan pasal 10.
Regulasi menyebut tentang keharusan pelaku usaha jasa keuangan memberi informasi mengenai biaya yang harus ditangggung konsumen untuk setiap produk dan/ atau layanan yang disediakan.
Kepala Departemen Keanggotaan dan Kepatuhan AAJI Rista Q Manurung mengatakan sebaiknya tidak perlu diatur. OJK juga dinilai memahami praktek perusahaan asuransi.
"Di dalam SE [surat edaran], peraturan pelaksananya, nanti apakah memang akan diperjelas di sini atau tidak? Kami menunggu, tapi kami takutnya kalau itu diperjelas akan terjadi perang harga," katanya, Selasa (22/10/2013).
Rista telah memberitahukan kepada regulator bahwa saat ini polis kontrak tidak menyebutkan secara jelas berapa komisi agen, berapa ke perbankan, ataupun biaya lain-lain seperti reasuransi.
Menurutnya pengungkapan informasi biaya dalam pasal 10 itu dapat menyebabkan interpretasi subyektif, kompetisi yang tidak sehat, serta pengungkapan informasi antara perusahaan dan pihak ketiga.
Poin lain yang masih menjadi pertanyaan pelaku industri asuransi jiwa adalah menyangkut kewajiban pelaku usaha menginformasikan kepada konsumen mengenai perubahan manfaat, biaya, risiko, syarat, dan ketentuan dalam perjanjian mengenai produk.
Masih belum jelas apakah konsumen berhak memutuskan produk bila pelaku usaha jasa keuangan melakukan perubahan produk dalam rangka pemenuhan ketentuan peraturan pemerintah.
"Apakah setiap perubahan ketentuan yang non substansial wajib dimintakan persetujuan nasabah?" kata Rista.
Terkait perjanjian baku yang diatur dalam pasal 22, setiap pelaku usaha wajib menyesuaikannya dan mengajukan perubahan polis kepada OJK.
Soal rencana OJK membuat template aturan perjanjian baku, Rista memandangnya sebagai hal yang tidak perlu. Menurutnya yang perlu dimasukkan adalah klausula baku saja.
Peraturan tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan akan berlaku pada 6 Agustus 2014, atau satu tahun setelah peraturan diundangkan.
Sistem Perlindungan
Menurut Direktur Pengembangan Kebijakan Perlindungan Konsumen OJK Anto Prabowo, regulasi ini akan menciptakan sistem perlindungan konsumen keuangan untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat.
Anto menyebut ada lima masalah dalam industri keuangan di Indonesia yakni informasi yang asimetris, perlakuan yang tidak adil, kualitas layanan yang tidak memadai, penggunaan data pribadi konsumen, dan penanganan pengaduan yang kurang efektif.
Adanya informasi yang asimetris ini, lanjutnya, dapat dipecahkan dengan prinsip transparansi yang dijabarkan dalam peraturan OJK.
"Dalam hal transparansi, misalnya, pelaku usaha jasa keuangan diwajibkan untuk menyertakan ringkasan informasi produk, meliputi manfaat, biaya, dan risiko," katanya.