PT.Asuransi Jiwa InHealth bak gadis yang menunggu pinangan. Sementara itu, Kementerian BUMN dan PT Askes sebagai ‘orang tua’ sibuk menyeleksi calon terbaik yang berhak mendapatkannya.
Sejauh ini setidaknya telah ada empat perusahaan BUMN yang menyatakan minat, yakni PT.Bank Mandiri Tbk, PT.Kimia Farma Tbk, PT.Asuransi Jasa Indonesia, dan PT Jamsostek. Bahkan, Bank Mandiri berani bayar mahal dengan menyiapkan dana Rp2 triliun, naik dari plafon awal Rp1 triliun. Angka itu lebih besar dari total aset InHealth yang per 31 Desember 2012 sebesar Rp1,5 triliun.
Selain empat perusahaan pelat merah itu, juga dikabarkan ada sejumlah calon investor lain yang juga tengah memantau peluang untuk ikut meminang.
“InHealth ini ibarat anak gadis cantik, sudah pasti semua berebut ingin meminang,” kata Direktur Keuangan PT Askes Purnawarman Basundoro saat ditemui di kantornya, beberapa waktu lalu.
Metafora yang disampaikan Purnawarman tidak mengada-ada. Dilihat dari sisi bisnis, perusahaan asuransi yang didirikan pada 2011 dengan tujuan komersial itu membukukan kinerja cemerlang. Hingga kuartal III/2013, laba perseroan tercatat sebesar Rp93,7 miliar, naik 15,15% dibandingkan dengan Rp81,4 miliar laba pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Perolehan laba tersebut di antaranya ditopang oleh pertumbuhan premi bruto yang hingga kuartal III/2013 mencapai Rp1,1 triliun, naik 21,6% dibandingkan dengan Rp914,61 miliar premi pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Sementara itu, beban klaim tercatat sebesar Rp882 miliar, naik 25% dibandingkan dengan Rp706 miliar klaim pada periode yang sama 2012. Dengan klaim rasio sekitar 79%, maka 20% dari premi dapat dikonversi menjadi laba setelah dikurangi biaya operasional.
Adapun, aset perusahaan pada periode 9 bulan pertama tahun ini mencapai Rp1,7 triliun, naik 6,86% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.
Berdasarkan data kinerja tersebut, Purnawarman memperkirakan nilai buku perusahaan tak kurang dari Rp1,7 triliun atau minimal setara dengan aset perseroan. Nilai sesungguhnya saat ini tengah dihitung oleh tim penasehat keuangan yang dipimpin oleh PT Bahana Securities.
“Secara kasar dapat diperkirakan nilainya tak kurang dari aset saat ini karena prospek InHealth bagus sekali,” lanjutnya.
Bisnis InHealth diyakini akan semakin kinclong ketika BPJS Kesehatan mulai beroperasi pada 1 Januari 2014, sebab perusahaan ini akan mendapatkan ekses bisnis berupa top up layanan fasilitas kesehatan yang tidak tercakup oleh program asuransi kesehatan nasional tersebut.
Sebagai ‘anak kandung’ PT Askes, InHealth telah berpengalaman mengambil ceruk bisnis di luar asuransi kesehatan yang diselenggarakan oleh pemerintah. Selain itu, perseroan juga telah memiliki jaringan kuat dengan rumah sakit yang menjadi mitra PT Askes yang akan beralih menjadi penyelenggara program Jaminan Kesehatan Nasional.
Sejak awal didirikan, fokus bisnis InHealth memang telah mengarah ke bisnis asuransi kesehatan. Terbukti, sekitar 97% dari perolehan premi asuransi kesehatan kumpulan, baik yang menganut prinsip managed care maupun indemnity.
Asuransi kesehatan managed care merupakan jaminan asuransi kesehatan yang didasarkan pada prinsip pemeliharaan kesehatan secara total tanpa plafon biaya tertentu, mirip pelayanan yang diberikan PT Askes saat ini dan akan diteruskan oleh BPJS Kesehatan.
Sementara itu, asuransi kesehatan indemnity merupakan asuransi kesehatan yang memberlakukan sistem plafon biaya yang disepakati dalam polis asuransi. Prinsip indemnity biasaya dianut oleh perusahaan asuransi swasta yang menyelenggarakan program asuransi kesehatan.
Roy Ibrahim, Pjs. Direktur Utama sekaligus Direktur Teknik dan Operasional InHealth, mengatakan pihaknya akan tetap fokus di bisnis asuransi kesehatan yang selama ini menjadi keahliannya. “Tidak akan berubah,” katanya.
Roy berusaha tak ambil pusing dengan perubahan pemegang saham yang akan terjadi tahun depan. Pada 2014, pihaknya mematok target pendapatan premi bruto sebesar Rp1,75 triliun, tumbuh sekitar 45% dibandingkan dengan Rp1,20 triliun perolehan premi pada akhir 2012.
Target yang cukup agresif, mengingat industri asuransi jiwa dan asuransi umum tak berani menetapkan target pertumbuhan di atas 25%.