Bisnis.com, JAKARTA--Kalangan bankir berharap agar pungutan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bisa disesuaikan dengan kondisi bank yang dipungut, agar pungutan tersebut tidak semakin memberat bank yang mengalami kesulitan.
Direktur Utama PT Bank Pembangunan Daerah Kalimantan Selatan (Bank Kalsel) Juni Rifat menuturkan bank yang baik dan sehat tentu memiliki upaya pembinaan yang berbeda, tidak seberat dengan bank-bank bermasalah. Sehingga bank-bank bermasalah memiliki kemampuan terbatas untuk memenuhi kewajiban dan meminta tarif yang rendah.
"Bank bermasalah bisa dilihat dari aspek manajemen, likuiditas, modal, kualitas aktiva produktif yang tidak baik," ungkapnya pada Bisnis.
Juni meyakini OJK memiliki ukuran-ukuran untuk menentukan bank yang dipungut mengalami kesulitan atau tidak.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 11/2014 tentang Pungutan OJK pada pasal 17 menjelaskan bahwa pihak yang sedang mengalami kesulitan keuangan dan dalam upaya penyehatan atau pemberesan.
Sebelumnya, Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal IA OJK Retno Ici mengungkapkan OJK sedang menyusun kriteria serta kondisi lembaga-lembaga keuangan yang bakal memperoleh penyesuaian.
Lanjutnya, OJK tengah menyiapkan peraturan tambahan terkait penyesuaian kewajiban pembayaran pungutan hingga 0%.
Adapun PP tentang Pungutan OJK menjelaskan bahwa bank-bank umum, Bank Perkreditan Rakyat (BPR) akan dikenakan iuran senilai 0,045% dari total aset paling sedikit wajib membayar Rp10 juta. Sedangkan emiten akan dikenakan biaya yang lebih rendah yakni 0,03%.
Dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 13/1/PBI/2011 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum mengatur hasil penilaian kondisi bank terhadap risiko dan kinerja Bank.
Adapun penilaian tingkat kesehatan bank melalui pendekatan risiko (risk based bank rating) mencakup profil risiko, good corporate governance (GCG), rentabilitas (earnings) dan permodalan (capital).