Bisnis.com, BANDUNG - Otoritas Jasa Keuangan sebagai regulator lembaga keuangan di Indonesia mencanangkan jumlah tenaga aktuaria sebanyak 1.000 aktuaris dalam beberapa waktu mendatang. Namun, apakah 1.000 aktuaris itu cukup? Berapa sebenarnya kebutuhan aktuaris di Indonesia?
Ketua Persatuan Aktuaris Indonesia (PAI) Budi Tampubolon menuturkan tidak ada angka yang cukup untuk kebutuhan aktuaris di dalam negeri yang saat ini tercatat hanya ada 178 aktuaris.
Sebagai gambarannya, dia menerangkan di beberapa negara, seperti di Amerika dan Jepang serta di negara-negara lain, jumlah aktuaris masih dirasakan kurang meski jumlahnya telah berkali lipat dibandingkan dengan Indonesia.
“Inggris menghasilkan 13.000-14.000 aktuaris, mereka sendiri masih kekurangan. Di Tiongkok ada 500 aktuaris yang bekerja di sana, dalam jangka waktu tertentu ditargetkan 5.000 aktuaris,” urainya kepada Bisnis.com seperti dikutip, Minggu (31/8/2014).
Dia menilai dengan keberadaan tenaga aktuaria yang aktif di Indonesia hanya sebanyak 178 aktuaris, target yang dicanangkan regulator belum cukup memenuhi kebutuhan. “Kalau cuma 1.000 rasanya masih terlalu sedikit.”
Dia mengasumsikan satu perusahaan jiwa misalnya membutuhkan sebanyak 10 aktuaris, dengan sekitar 50 perusahaan asuransi jiwa, setidak-tidaknya dibutuhkan 500 aktuaris dan itu belum termasuk lembaga keuangan non-bank lainnya.
“Asuransi umum ada lebih dari 80 perusahaan, belum konsultan aktuaris, BPJS, belum yang lain-lain. Apalagi bagi pelaku industri asuransi sesuai ketentuan regulator, wajib memiliki aktuaris,” ungkapnya.
Walau demikian, dia menilai target 1.000 aktuaris merupakan tantangan berat dengan kondisi profesi ini belum terlalu populer, terlebih belum seluruh pihak mendukung upaya sosialisasi dan pendidikan program S1 Aktuaria belum ada di Indonesia.
“D3-nya ada, S2-nya ada tapi hanya di UI dan ITB. D3-nya mungkin hanya ada 2-3 tempat. Ini menunjukkan suplai S2 dan D3-nya sedikit. Nah, S1-nya di tengah-tengah tidak ada,” sebutnya.