Bisnis.com, JAKARTA— Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkap masih ada sembilan perusahaan yang masih belum memiliki aktuaris perusahaan atau mengajukan calon untuk dilakukan penilaian kemampuan dan kepatutan sampai dengan 28 Oktober 2024.
Jumlah tersebut turun apabila dibandingkan pada periode Agustus lalu, di mana masih ada 10 perusahaan asuransi yang belum memiliki aktuaris.
Terkait pemenuhan aktuaris tersebut, Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun (PPDP) OJK Ogi Prastomiyono mengatakan, regulator terus memonitor pelaksanaan supervisory action sesuai ketentuan bagi perusahaan yang belum memenuhi ketentuan.
“Seperti peningkatan sanksi peringatan yang sebelumnya telah diberikan serta permintaan rencana tindak atas pemenuhan aktuaris perusahaan,” kata Ogi dalam Konferensi Pers Asesmen Sektor Jasa Keuangan dan Kebijakan OJK Hasil RDKB Oktober 2024, pada Jumat (1/11/2024).
Selain itu, OJK juga terus melakukan koordinasi secara berkelanjutan dengan Persatuan Aktuaris Indonesia (PAI) sebagai lembaga yang mengeluarkan sertifikasi aktuaris dalam perspektif supply dari tenaga ahli aktuaris.
Melalui Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 23 Tahun 2023, setiap perusahaan asuransi dan reasuransi wajib mempekerjakan satu orang aktuaris sebagai aktuaris perusahaan yang memimpin fungsi aktuaria dengan persyaratan memiliki kualifikasi sebagai aktuaris yang mendapatkan izin dari pihak berwenang, memiliki pengalaman kerja di bidang aktuaria asuransi paling singkat 3 tahun dan menjadi anggota asosiasi profesi aktuaris dalam hal ini adalah PAI.
Baca Juga
Pemenuhan aktuaris penting bagi perusahaan asuransi, lantaran salah satu langkah yang harus ditempuh khususnya dalam rangka implementasi PSAK 117 (yang sebelumnya disebut PSAK 74), di mana peran aktuaris akan sangat penting dalam berbagai lingkup bisnis perusahaan. Penerapan PSAK 117 diharapkan dapat efektif dilakukan pada 1 Januari 2025.
Selain itu, kewajiban pemenuhan aktuaris oleh perusahaan asuransi dan reasuransi juga telah diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian dan Peraturan OJK Nomor 67/POJK.05/2016 mengenai perizinan di industri asuransi.
Pasal 17 ayat (1) aturan tersebut menyebut perusahaan perasuransian wajib mempekerjakan tenaga ahli dalam jumlah yang cukup sesuai dengan jenis dan lini usaha yang diselenggarakannya, dalam rangka memastikan penerapan manajemen asuransi yang baik.
Masih mengacu pasal yang sama, pada ayat (2) berbunyi perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi, dan perusahaan reasuransi syariah wajib mempekerjakan aktuaris dalam jumlah yang cukup sesuai dengan jenis dan lini usaha yang diselenggarakannya, untuk secara independen dan sesuai dengan standar praktik yang berlaku mengelola dampak keuangan dari risiko yang dihadapi perusahaan.
Adapun, OJK mencatat aset industri asuransi mencapai sebanyak Rp1.142 triliun per September 2024. Angka tersebut naik sebanyak 2,46% apabila dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya yakni Rp1.115 triliun.