Bisnis.com, JAKARTA—Sebanyak delapam emiten perusahaan pembiayaan mencetak kenaikan laba bersih tipis, sedangkan delapan lainnya mengalami penurunan cukup dalam hingga 430% hingga kuartal III/2014.
Pasalnya, terdongkraknya laba bersih delapan emiten tersebut tak mampu mengimbangi kenaikan beban beban operasional yang mencapai 18% jika dibandingkan dengan Januari-September 2013. Hal serupa juga terjadi pada delapan perusahaan multifinance yang terpaksa mencetak kerugian akibat membengkaknya biaya dana dan penurunan pendapatan usaha.
Berdasarkan laporan keuangan yang dihimpun Bisnis, misalnya, hanya beban perseroan PT TRUST Finance Indonesia, PT Tifa Finance, dan PT Verena Multi Finance yang mengalami penurunan.
Adapun, beban operasional TRUST Finance terpangkas 43% dari Rp30,7 miliar sepanjang Januari-September 2013 menjadi Rp21,42 miliar pada periode yang sama tahun in (year-on-year/yoy). Beban emiten TRUS ini meliputi beban administrasi dan umum yang mencapai Rp13,73 miliar, serta beban bunga senilai Rp7,69 miliar sampai kuartal III/2014.
Salah satu emiten, PT Wahana Ottomitra Multiartha Tbk (WOM) membukukan beban dana sebesar Rp302,98 miliar pada kuartal III/2014 atau meningkat 22,7% dibandingkan dengan Rp246,83 miliar pada periode sama 2013.
Persentase peningkatan beban dana itu lebih tinggi dibandingkan dengan persentase peningkatan beban umum dan administrasi, beban gaji dan tunjangan karyawan, beban pembentukan cadangan kerugian nilai, beban penyusutan dan beban lain-lain.
“Saya memperkirakan peningkatan biaya dana akan terjadi sampai akhir tahun ini. Untuk itu, kami selalu mencari pendanaan yang lebih murah untuk menekan kenaikan biaya dana,” kata Direktur Keuangan WOM Finance Zacharia Susantadiredja di Jakarta, seperti dikutip Bisnis.com, Kamis (6/11).
Mengutip data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kuartal II/2014, mayoritas kepemilikan perusahaan multifinance merupakan bank. Data tersebut bisa menjelaskan bahwa sumber pendanaan utama perusahaan pembiayaan juga berasal dari bank, yang kemudian diikuti dengan emisi obligasi, dan pinjaman ke luar negeri.
Secara terpisah, Efrinal Sinaga, Sekretaris Jenderal Asosiasi Pembiayaan Indonesia (APPI) bahkan memprediksi penyaluran kredit tumbuh moderat di bawah 10% pada tahun mendatang akibat kenaikan biaya dana.
“Sudah bisa naik 10% saja sudah Alhamdulillah, apalagi tahun depan Indonesia disambut dengan perlambatan ekonomi domestik, kenaikan suku bunga Federal Reserve, Masyarakat Ekonomi Asean [MEA], dan kenaikan bahan bakar minyak [BBM],” ucap Efrinal.