Bisnis.com, JAKARTA--Rencana konsolidasi bank-bank pelat merah tetap menjadi pilihan manajemen PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. untuk menghadapi pasar bebas Asean.
Direktur Utama Bank Mandiri Budi Gunadi Sadikin menegaskan sikapnya masih sama seperti sebelumnya yang mendukung konsolidasi bank-bank badan usaha milik negara (BUMN) sesuai dengan arsitektur perbankan Indonesia (API).
"Saya masih sama seperti dulu bahwa untuk menghadapi MEA sektor keuangan pada 2020, kita butuh bank dengan capital yang besar," ungkapnya saat ditemui di Kementerian BUMN, Kamis (6/11/2014).
Menurutnya, permodalan yang besar dibutuhkan untuk mendukung pendanaan bagi proyek-proyek infrastruktur besar serta bagi nasabah-nasabah kakap.
Pemerintah rencananya akan mengalihkan subsidi bahan bakar minyak (BBM) kepada sektor infrastruktur. Tentunya, hal tersebut akan menggenjot proyek-proyek infrastruktur semakin banyak.
Proyek infrastruktur yang dibangun oleh BUMN maupun swasta, diperkirakan membutuhkan dana besar. Namun, perbankan dalam negeri sangat terbatas untuk menyalurkan dana pinjaman jangka panjang.
Emiten berkode saham BRMI tercatat telah menyalurkan kredit infrastruktur sebesar Rp88,6 triliun hingga 30 September 2014. Kredit tersebut dialokasikan untuk pengembangan berbagai sektor seperti jalan, ketenagalistrikan, transportasi, telekomunikasi, minyak, dan gas bumi.
Budi menilai, untuk memeroleh permodalan yang besar, bank pelat merah memiliki tiga jalan. Diantaranya laba ditahan atau pengurangan dividen, right issue, dan konsolidasi.
Dibanding bank-bank di kawasan, katanya, modal bank BUMN terbilang sangat kecil. Penambahan modal melalui right issue bagi bank BUMN sangat terbatas karena kepemilikan saham pemerintah rata-rata sudah mencapai 60%.
Cara lain yang bisa dilakukan yakni melalui laba bersih setelah pajak. Bank Mandiri membagikan dividen sebesar 30% dari laba bersih tahun buku 2013, dan sisanya sebesar 70% dialokasikan untuk laba ditahan.
Akan tetapi, pemerintah dan DPR dalam APBN 2015 menaikkan target dividen BUMN termasuk bank-bank pelat merah. Rasio dividen PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. naik dari 27,5% menjadi 30%, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. naik dari 25% menjadi 30%, dan PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. naik dari 20% menjadi 30%.
"Itu ada kontradiksi, di satu sisi kita ingin menghadapi MEA, tetapi dividen dinaikkan. Kita mesti memilih. Kalau cara itu sudah tidak mungkin atau tidak cukup, iya arah ke konsolidasi ya harus dilakukan," jelasnya.
Menteri BUMN Rini Mariani Soemarno sebelumnya mengaku masih perlu melakukan kajian mendalam terkait rencana konsolidasi bank-bank BUMN tersebut.
Sekretaris Kementerian BUMN Imam Apriyanto Putro mengatakan keinginan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) Jilid II Chairul Tanjung untuk menciutkan bank-bank di Indonesia adalah hasil pembahasan bersama Menteri BUMN sebelumnya Dahlan Iskan.
Pemerintah menilai, rencana konsolidasi Bank Mandiri dengan BTN beberapa waktu lalu akan direkomendasikan kepada pemerintahan baru pimpinan Joko Widodo-Jusuf Kalla.
Konsolidasi kedua bank BUMN itu bukan berupa proses akuisisi atau merger. Pasalnya, BTN dinilai sebagai bank khusus yang bergerak di sektor pembiayaan perumahan, sedangkan Bank Mandiri merupakan bank umum.
"Kami ingin mempunyai bank yang besar, targetnya menjadi 5 bank terbesar di Asean," paparnya beberapa waktu lalu.
Konsolidasi BTN dan Bank Mandiri yang pernah mengemuka beberapa waktu lalu terjadi penolakan. Sejumlah karyawan BTN tidak setuju dengan penggabungan BTN-Mandiri.
Akhirnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memutuskan agar rencana konsolidasi bank BUMN diserahkan kepada pemerintahan baru yang akan datang.
Setelah Presiden Joko Widodo melantik Menteri BUMN pengganti Dahlan Iskan yakni Rini Mariani Soemarno, Direktur Utama BTN Maryono berharap menteri BUMN dapat merealisasikan konsolidasi bank milik pemerintah.
"Harapan BUMN menjadi holding agar dapat dilaksanakan dengan baik dan cepat," ungkapnya kepada Bisnis beberapa waktu lalu.