Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Konsolidasi BPR Terus Berjalan, 4 Bank Siap Merger

OJK telah mewajibkan seluruh BPR dan BPRS yang belum memenuhi ketentuan modal inti minimum Rp6 miliar untuk melakukan konsolidasi, termasuk melalui merger.
Logo BPR/Perbarindo
Logo BPR/Perbarindo

Bisnis.com, JAKARTA - Konsolidasi bank perekonomian rakyat (BPR) terus berlanjut. Terbaru, sebanyak empat BPR akan melakukan penggabungan atau merger.

PT BPR Rejeki Insani dan PT BPR Dutabhakti Insani yang berlokasi di Jawa Tengah, serta PT BPR Bina Kharisma Insani dari Jawa Timur akan digabungkan ke dalam PT BPR Bina Sejahtera Insani yang juga berbasis di Jawa Tengah.

Dalam pengumuman yang dipublikasikan di Harian Bisnis Indonesia pada Sabtu (14/6/2025) disampaikan rencana merger ini mengacu pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) No. 7 Tahun 2024 tentang Bank Perekonomian Rakyat dan Bank Perekonomian Rakyat Syariah.

Seiring dengan rencana penggabungan, perusahaan juga mengumumkan susunan calon pemegang saham serta jajaran direksi dan dewan komisaris BPR Bina Sejahtera Insani pascamerger.

Pemegang saham utama adalah PT Insani Investama, yang memiliki 29.190 lembar saham seri A dengan harga Rp1 juta per lembar, dan 253.431 lembar saham seri B dengan harga Rp265 ribu per lembar. Total kepemilikannya mencapai 93% dengan nilai nominal saham sebesar Rp96,34 miliar.

Selanjutnya, Alex Iskandar Widjaja akan memiliki 500 lembar saham seri A (Rp1 juta/lembar) dan 16.734 lembar saham seri B (Rp265 ribu/lembar), dengan total kepemilikan sebesar 5,67% senilai Rp4,93 miliar.

Herningsih akan menggenggam 1.000 lembar saham seri A dengan harga Rp1 juta per lembar, setara dengan 0,33% atau Rp1 miliar secara nominal.

Sementara itu, Koperasi Karyawan Insani akan memiliki 310 lembar saham seri A dan 2.729 lembar saham seri B. Dengan harga masing-masing Rp1 juta dan Rp265 ribu per lembar, total nilai saham yang dimiliki koperasi tersebut mencapai Rp1,03 miliar atau sekitar 1% kepemilikan.

OJK sebelumnya telah mewajibkan seluruh BPR dan BPRS yang belum memenuhi ketentuan modal inti minimum sebesar Rp6 miliar untuk melakukan konsolidasi, termasuk melalui skema merger. Tenggat waktu yang ditetapkan untuk pemenuhan modal inti minimum ini adalah hingga 31 Desember 2024.

“Apabila sampai akhir 31 Desember 2024 belum memenuhi ketentuan, BPR/BPRS wajib melakukan penggabungan, peleburan, pengambilalihan, akuisisi, dan/atau mendapatkan investor baru untuk memenuhi modal inti,” ujar Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae dalam konferensi pers Rapat Dewan Komisioner (RDK) bulanan OJK, Jumat (2/11/2024).

Dian menambahkan bahwa OJK telah memberikan waktu yang cukup panjang sejak pemberlakuan POJK No. 5/POJK.03/2015 dan POJK No. 66/POJK.03/2016 agar BPR dan BPRS memperkuat struktur permodalannya.

“OJK akan terus melakukan pengawasan yang diperlukan guna mendorong BPR/BPRS untuk konsolidasi dalam rangka memperkuat permodalan,” tegasnya.

Pencabutan Izin Usaha

Dalam rangka konsolidasi dan penyehatan industri BPR, OJK juga melakukan pencabutan izin usaha bank yang dinyatakan gagal melakukan penyehatan meskipun telah diberi Waktu oleh regulator. OJK tercatat telah menutup 21 BPR dan BPR Syariah (BPRS) dari 2024 hingga pertengahan 2025.

Terbaru adalah pencabutan izin usaha PT BPRS Gebu Prima pada Kamis (17/4/2025). Perusahaan ini dinyatakan gagal melakukan penyehatan meskipun telah diberi waktu oleh OJK bersama pemegang saham, dewan komisaris, dan direksi. Situasi serupa juga dialami sejumlah BPR/BPRS lain yang mengalami tekanan likuiditas dan permodalan.

Konsolidasi BPR Terus Berjalan, 4 Bank Siap Merger

Nasabah bertransaksi di BPR Hasamitra Makassar./Bisnis-Paulus Tandi Bone

Meski demikian, OJK menegaskan tetap berkomitmen memperkuat peran BPR sebagai pilar inklusi keuangan. Sebagai bentuk penguatan, OJK telah menerbitkan tiga peraturan baru yang menjadi tonggak penting bagi industri.

Pertama, POJK No. 23/2024 tentang Pelaporan melalui Sistem Pelaporan OJK dan Transparansi Kondisi Keuangan (TKK), yang mewajibkan penggunaan aplikasi pelaporan APOLO untuk meningkatkan efisiensi dan transparansi keuangan.

Kedua, POJK No. 24/2024 mengenai Kualitas Aset BPRS, yang menekankan pengelolaan risiko aset berbasis prinsip syariah.

Ketiga, POJK No. 25/2024 tentang Penerapan Tata Kelola Syariah bagi BPRS, yang memperkuat peran Dewan Pengawas Syariah (DPS) dalam menjaga kepatuhan.

Seluruh regulasi ini sejalan dengan amanat UU No. 4/2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), serta peta jalan pengembangan BPR/BPRS 2024–2027. OJK berharap aturan-aturan tersebut dapat mengembalikan kepercayaan publik terhadap BPR/BPRS.

Terkait pencabutan izin, Dian menjelaskan bahwa keputusan tersebut bukan langkah instan. Menurutnya, pengawasan dilakukan secara intensif untuk memastikan upaya penyehatan berjalan, termasuk penambahan modal, aksi korporasi, dan konsolidasi.

“Upaya korektif seperti penambahan setoran modal, aksi korporasi hingga konsolidasi merupakan beberapa langkah penyehatan selama BPR berstatus dalam penyehatan,” ujar Dian beberapa waktu lalu.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper