Bisnis.com, JAKARTA - Wakil Presiden Jusuf Kalla menolak adanya penggabungan usaha perusahaan perbankan milik negara karena akan sulit melayani masyarakat, serta menghabiskan biaya dan waktu.
Kalla menyampaikan konsolidasi perbankan pelat merah melalui merger akan membutuhkan proses penyesuaian yang rumit. Tak hanya akan menghabiskan banyak waktu, tetapi juga biaya yang besar.
“Kalau dirombak, dibuka lagi kacau balau nanti dan makan tempo. Itu lebih banyak ongkosnya daripada operasinya nanti. Kita lupakan saja berpikir begitu,” ujarnya seusai bertemu jajaran Komisaris PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk di Kantor Wakil Presiden, Kamis (16/4/2015).
Dengan jumlah penduduk yang banyak dan wilayah geografis yang luas, menurut dia, pelayanan jasa perbankan tidak mungkin dilakukan oleh satu bank pemerintah saja.
Dia menegaskan Indonesia tidak bisa menerapkan konsolidasi perbankan seperti halnya dilakukan di Singapura dan Malaysia.
Selama ini, bank BUMN sudah menjalankan kinerja pada segmen yang berbeda. Untuk itu, Kalla menambahkan perbankan hanya harus menjalankan kinerja sesuai fokus segmen usaha perseroan.
Misalnya, BRI berfokus pada segmen usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), sedangkan PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk untuk segmen properti dan perumahan.
Sementara itu, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk menjalankan bisnis di segmen industri dan korporasi.
Komisaris Utama BRI Mustafa Abubakar menambahkan pihaknya mendukung sikap Wakil Presiden yang membiarkan masing-masing bank milik negara untuk berkembang sesuai fokus bisnisnya.
“Wapres bilang merger bukan jawaban untuk memperkuat permodalan dan perbankan. Kami juga mendukung, tidak mesti dijawab merger,” ungkapnya.
Dengan berkonsentrasi pada basis bisnis masing-masing, empat bank pelat merah dianggap bisa saling berkompetisi sehat meningkatkan pertumbuhan kinerja perseroan.
Dalam pertemuan tersebut, Jusuf Kalla mengimbau perseroan untuk memperkuat sinergi antarbank pemerintah, tanpa harus melakukan penggabungan usaha.
Selain itu, perseroan juga disarankan mempertegas sasaran bisnis dan fokus pembidangan usaha agar kompetisi berjalan dengan sehat.
Indonesia memang tercatat memiliki jumlah bank terbanyak dibandingkan negara di Asia Tenggara lain. Berdasarkan data bank sentral masing-masing negara di Asean pada 2014, Indonesia tercatat memiliki 119 bank yang melayani penduduk sebesar 253,6 juta orang.
Dengan jumlah penduduk 107,6 juta orang, Filipina hanya memiliki 36 bank, Thailand pun memiliki 30 bank yang melayani penduduk sebanyak 67,89 juta orang.
Bahkan, Malaysia hanya memiliki delapan bank dengan jumlah penduduk 29,34 juta orang, sedangkan Singapura hanya memiliki tiga bank dengan jumlah penduduk 5,3 juta orang.