Bisnis.com, JAKARTA -- Antusias industri perbankan syariah saat menyambut fatwa lindung nilai (hedging) syariah, ternyata belum berujung pada realisasi untuk menggunakan fasilitas baru tersebut.
Padahal, sebelum hedging syariah itu dirilis, kelompok bank syariah sangat gigih untuk menyuarakan kehadiran fatwa hedging syariah itu. Malah setelah fatwa untuk mengatasi fluktuasi nilai tukar mata uang diluncurkan pada bulan lalu, pengguna produk tersebut masih sepi.
Kepala Departemen Perbankan Syariah OJK Achmad Buchori mengatakan setelah Dewan Syariah Nasional (DSN) merilis fatwa hedging syariah masih 1 bank yang berencana fasilitas tersebut.
"Kami siap membantu bank tersebut untuk melakukan hedging sepanjang memenuhi persyaratan," ungkapnya, Rabu (6/5/2015).
Untuk melakukan hedging syariah, kata Buchori, tiap-tiap bank syariah memiliki kebutuhan pembiayaan valuta asing (valas) yang berbeda. Dari 12 bank umum syariah (BUS) terdapat 4 devisa yakni PT Bank Mega Syariah, PT Bank Muamalat, PT Bank BNI Syariah dan PT Bank Syariah Mandiri (BSM).
Berdasarkan Statistik Perbankan Indonesia (SPI), total pembiayaan valas hingga Februari 2015 mencapai Rp12,22 triliun, tumbuh 21,83% dari posisi Rp10,03 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya. Dari sisi persentase, pembiayaan valas hanya 6,18% dari outstanding pembiayaan syariah yang mencapai Rp197,54 triliun.
Sementara itu, himpunan dana pihak ketiga (DPK) industri perbankan syariah berdenominasi valas mencapai Rp13,34 triliun per Februari 2015, tumbuh 15,59% dari posisi Rp11,54 triliun secara year on year. Adapun komposisi DPK valas yakni giro wadiah, deposito mudharabah dan tabungan mudharabah masing-masing senilai Rp2,96 triliun, Rp9,65 triliun dan Rp732 miliar.