Bisnis.com, JAKARTA – Rasio klaim asuransi kredit dalam tren menanjak. Per akhir 2023 rasio klaim asuransi kredit masih berada di posisi 75,6%, kemudian pada kuartal I/2024 meningkat menjadi 83,7% dan pada kuartal III/2024 menjadi 85,5%.
Per akhir 2024, rasio klaim asuransi kredit sempat melandai pada level 85,3%, tetapi pada kuartal I/2025 rasionya melonjak kembali dan berada pada level 90,3%.
Berdasarkan data Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) premi bruto lini usaha asuransi kredit dalam kuartal I/2025 hanya tumbuh 0,3% year on year (YoY) menjadi Rp3,98 triliun. Sebaliknya, klaim asuransi kredit dalam periode ini tumbuh 8,3% YoY menjadi Rp3,59 triliun.
Budi Herawan, Ketua Umum AAUI, menjelaskan kondisi asuransi kredit saat ini sedang beradaptasi dengan ketentuan dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 20 Tahun 2023 tentang Produk Asuransi yang Dikaitkan dengan Kredit atau Pembiayaan Syariah dan Produk Suretyship atau Suretyship Syariah.
"Dengan ketentuan yang berlaku per 20 Desember 2024 untuk kredit asuransi memang terjadi kontraksi yang luar biasa, surety juga terjadi kontraksi yang luar biasa," kata Budi dalam konferensi pers di kantor AAUI, Jakarta, Jumat (13/6/2025).
Dalam Pasal 4 POJK 20 Tahun 2023 mengatur bagi perusahaan umum yang dapat memasarkan produk asuransi kredit harus memiliki rasio likuiditas paling rendah 150%.
Baca Juga
Hal yang sama juga dipersyaratkan bagi perusahaan asuransi umum syariah yang memasarkan produk asuransi pembiayaan syariah, juga harus memiliki rasio likuiditas dana perusahaan dan dana tabarru masing-masing paling rendah 150%.
Selain itu, perusahaan asuransi harus memiliki ekuitas minimum sebesar Rp250 miliar atau 150% dari ketentuan ekuitas minimum yang berlaku dalam POJK 23/2023 (mana yang lebih tinggi) sampai dengan 31 Desember 2028, atau Rp1 triliun setelah tanggal 31 Desember 2028.
Budi menjelaskan regulasi tersebut juga berdampak pada lini usaha suretyship. Dalam kuartal I/2025, premi suretyship mengalami koreksi 37,6% YoY menjadi Rp342 miliar, sedangkan klaimnya tumbuh 46,3% YoY menjadi Rp124 miliar.
"Di lini usaha asurasi kredit dan surety itu terjadi penurunan yang signifikan, kontraksi. Di situ tercermin bahwa ada beberapa perusahaan asuransi belum bisa memenuhi ekuitas Rp250 miliar dan rasio likuiditas 150%. Ini juga jadi PR kita ke depan," jelasnya.
Meski dihadapkan situasi tersebut, Budi optimistis perusahaan asuransi dapat beradaptasi dan meningkatkan ekuitas mereka agar tetap dapat memasarkan produk asuransi kredit.
"Saya yakin beberapa perusahaan dengan kinerja yang baik mereka di kuartal II/2025 bisa melewati ini dan rasio likuiditas juga bisa mereka penuhi," pungkasnya.
Sebelumnya, Direktur Utama PT Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo) Fankar Umar mengatakan bahwa berdasarkan data IFG Progress (2024) terdapat 27 dari 72 perusahaan asuransi umum konvensional yang masih memiliki modal di bawah Rp250 miliar.
Fankar mengatakan walaupun 27 perusahaan ini hanya menyumbang market share premi asuransi umum sebesar 10%, namun dari total pemain yang ada jumlahnya cukup signifikan.
"Kelompok ini lah yang sangat terdampak terhadap permodalan yang Rp250 miliar, padahal dia ini lah kelompok yang paling banyak, ada 27 dari 72 atau 37,5%," kata Fankar.
Adapun di luar 27 perusahaan dari 72 perusahaan asuransi umum tersebut, sebanyak 17 perusahaan memiliki modal di atas Rp1 triliun dengan market share premi sebesar 62%.
Selanjutnya, ada tujuh perusahaan yang memiliki modal Rp500 miliar sampai Rp1 triliun dengan pangsa premi 9%. Sisanya, terdapat 21 perusahaan yang memiliki modal Rp250 miliar sampai Rp500 miliar dengan market share premi 19%.