Bisnis.com, JAKARTA—Pemerintah masih mengkaji ulang penetapan besaran iuran dana jaminan pensiun, padahal pelaksanaan program akan terlaksana pada Juli 2015.
Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan pemerintah masih mempertimbangkan besaran iuran program jaminan pensiun dan berdiskusi dengan sejumlah pihak untuk menghentikan perdebatan yang terjadi.
“Ya memang lahi dibicarakan [penetapan besaran iuran jaminan pensiun], karena ada pengusaha dan sebagian buruh juga keberatan,”ujarnya di Istana Wakil Presiden, Jumat(8/5/2015).
Menurut dia, pemerintah akan memperhitungkan kemampuan pengusaha, karyawan, dan buruh dalam membayar iuran jaminan pensiun tersebut.
Dia menjelaskan para pengusaha dan sebagian buruh yang keberatan merasa terbebani oleh besara iuran yang dinilai terlalu tinggi. Pasalnya mereka sudah memikul beban sekitar 10% untuk jaminan sosial lain.
Sebelumnya, Kementerian Ketenagakerjaan menerapkan besaran iuran dalam program jaminan pensiun sebesar 8%, dengan rincian iuran bagi pengusaha 5% dan pekerja 3%.
Beberapa pihak seperti BPJS Ketenagakerjaan, Kementerian Hukum dan HAM, serta Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) menyepakati kebijakan tersebut.
Namun Kementerian Keuangan belum sepakat. Mereka menginginkan besaran iuran 3%, dengan rincian 2% dari pengusaha dan 1% dari pekerja. Dengan catatan akan ada peningkatan persentase atau jumlah iuran dalam jangka waktu tertentu.
Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) menilai besaran iuran pensiun wajib BPJS sangat memberatkan kalangan pengusaha. Pasalnya, hal itu berefek negatif terhadap kinerja keuangan perusahaan, yang pada akhirnya juga mempengaruhi para pekerja.
Peluang untuk melakukan perubahan besara iuran sangat kecil karena program jaminan pensiun harus dilaksanakan pada 1 Juli mendatang.