Bisnis.com, JAKARTA - Bank Indonesia baru saja melakukan pelonggaran kebijakan makroprudensial melalui kebijakan giro wajib minimum (GWM) setelah menerbitkan aturan pelonggaran ketentuan loan to value (LTV) di sektor properti dan kendaraan bermotor.
Direktur Group Risiko Perekonomian dan Sistem Keuangan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Doddy Ariefianto mengatakan perluasan definisi loan to deposit ratio (LDR) menjadi loan to funding ratio (LFR) serta pelonggaran batas atas LFR menjadi 94%, dari semula 92%, berdampak positif terhadap ekspansi kredit.
Namun, menurut Doddy melihat situasi dan prospek ekonomi yang masih melemah, pelonggaran dari sisi supply tidak banyak mendongkrak pertumbuhan kredit sehingga demand kredit juga perlu distimulasi.
"Supaya demand kredit naik, ya optimisme pelaku usaha terhadap perekonomian harus ditingkatkan," ucapnya kepada Bisnis.com, Jumat (3/7/2015) malam.
Dia menilai pelaku ekonomi saat ini masih merasa tidak nyaman dan ragu untuk menanamkan investasi dengan kondisi nilai tukar rupiah yang cenderung tertekan, suku bunga tinggi, dan pertumbuhan ekonomi yang menurun.
"BI harus menunjukkan bahwa mampu dan yakin untuk menjaga nilai tukar dan bersamaan melonggarkan kebijakan moneter. BI wajib mengupayakan perekonomian yang stabil dan kondusif untuk pertumbuhan kredit," kata Doddy.
Adapun kebijakan mengenai GWM-LFR ini dituangkan dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 17/11/PBI/2015 tanggal 26 Juni Juni 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/15/PBI/2013 Tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Bagi Bank Umum Konvensional, dan Surat Edaran (SE) No. 17/17/DKMP tentang Perhitungan Giro Wajib Minimum Bank Umum dalam Rupiah dan Valuta Asing Bagi Bank Umum Konvensional sebagai petunjuk teknis PBI tersebut.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara mengatakan Bank Sentral berharap dengan adanya aturan baru ini dapat mendorong penyaluran kredit terutama ke sektor produktif untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. []