Bisnis.com, JAKARTA--Sebagian besar perusahaan-perusahaan nonbank melakukan transaksi lindung nilai (hedging) dengan bank dalam negeri.
Direktur Eksekutif Departemen Statistik BI Hendy Sulistiowati mengatakan jumlah korporasi yang melapor terkait kegiatan penerapan prinsip kehati-hatian (KPPK) pada kuartal I/2015 tercatat sebanyak 1.433 korporasi.
Dari jumlah tersebut, pelapor yang melakukan hedging periode 0-3 bulan sebanyak 82% melakukan transaksi tersebut dengan bank dalam negeri dan 18% dengan bank luar negeri.
"Adapun pelapor yang melakukan hedging periode 3 hingga 6 bulan sebanyak 77% melakukan dengan bank dalam negeri dan 23% dengan bank luar negeri," katanya di Jakarta, Jumat (18/9/2015).
Seperti diketahui, BI menerbitkan beleid PBI Nomor 16/21/2014 tentang Penerapan Kebijakan Kehati-hatian Utang Luar Negeri Korporasi Nonbank. Dalam peraturan tersebut tercantum bahwa korporasi nonbank diwajibkan melakukan hedging apabila memiliki kewajiban dalam bentuk valuta asing (valas).
Apabila per kuartal IV tahun ini korporasi tersebut tidak melakukan hedging, maka BI akan memberi sanksi berupa sanksi administratif.
Adapun kegiatan lindung nilai ini diperbolehkan dengan bank luar negeri hingga akhir 2016.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara mengatakan Bank Sentral akan terus mendorong bank-bank devisa di Indonesia supaya bisa melayani kebutuhan hedging dalam negeri mengingat per 1 Januari 2017 transaksi hedgingwajib dilakukan dengan bank-bank yang berada di Indonesia.
"Kami terus dorong ya dengan pendalaman pasar," ucapnya.
BI mencatat beberapa BUMN besar telah melakukan transaksi lindung nilai, antara lain Pertamina yang menandatangani master agreement hedging senilai US$2,5 miliar dengan BRI, BNI, dan Bank Mandiri.
Selain itu PLN juga telah melakukan transaksi hedging sejak April 2015 dan menandatangani master agreement hedging senilai US$950 juta dengan BRI dan BNI.