Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Dolar Menguat, Ini Saran ADB Untuk Negara-negara Asia

Asian Development Bank (ADB) menyarankan otoritas kebijakan keuangan di kawasan Asia berkembang perlu mencari keseimbangan antara upaya menstabilkan sektor keuangan dan langkah mendorong permintaan domestik.
ADB
ADB
Bisnis.com, JAKARTA - Asian Development Bank (ADB) menyarankan otoritas kebijakan keuangan di kawasan Asia berkembang mencari keseimbangan antara upaya menstabilkan sektor keuangan dan langkah mendorong permintaan domestik.
 
Hal itu sebagai upaya untuk mengatasi dampak kenaikan suku bunga Amerika Serikat atau Fed Fund Rate,
 
Direktur ADB untuk Indonesia Steven Tabor mengatakan langkah lanjutan guna membangun pasar keuangan dalam negeri yang likuid dan berkembang dengan baik, dapat membantu mengurangi ketergantungan sektor swasta terhadap pinjaman dalam mata uang asing.
 
"Penguatan dolar AS menjadi ancaman bagi perusahaan asia yang memiliki paparan besar terhadap mata uang asing. Data menunjukkan bahwa porsi utang dalam mata uang asing di antara berbagai perusahaan Indonesia, Vietnam dan Srilanka mencapai lebih dari 65%," ujarnya di Hotel Intercontinental Jakarta, Selasa (22/9/2015).
 
Harga komoditas di dunia yang turut melemah termasuk minyak dan pangan, menyebabkan rendahnya tekanan harga dengan inflasi regional yang diproyeksikan menurun ke 2,3% pada 2015 dari sebelumnya 3,0% pada 2014, meskipun peningkatan inflasi diperkirakan akan terjadi pada 2016.
 
"Menurunnya minat China terhadap energi, logam, dan komoditas lainnya, serta lemahnya harga komoditas dunia menimbulkan kekhawatiran bagi sejumlah negara di kawasan Asia yang sedang berkembanh yang perekonomiannya berfokus pada ekspor komoditas termasuk Indonesia, Mongolia, Azerbaijan, dan Kazakhstan," katanya.
 
Steven menambahkan arus modal keluar netto dari pasar kawasan Asia berkembang meningkat dengan cepat pada paruh pertama 2015, melebihi US$125 miliar.
 
"Arus modal keluar ini karena perhatian investor sebagai antisipasi naiknya suku bunga AS tak lama lagi. Konsekuensinya, premium bagi risiko bagi kawasan Asia terus meningkat dan nilai tukar mata uang terus melemah sehingga menghambat momentum pertumbuhan," tuturnya.
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Yanita Petriella
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper