Bisnis.com, JAKARTA -- Komisi XI DPR RI meminta Badan Pemeriksa Keuangan untuk mengaudit Bank Indonesia.
Anggota Komisi XI DPR RI Muhammad Misbakhun menilai bank sentral belum bekerja secara maksimal dalam menjaga stabilitas nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat.
"Soal nilai tukar ini, saya tak melihat upaya Anda (BI) yang sungguh-sungguh dan luar biasa. BI bilang akan hadir di pasar dan mengintervensi. Kehadirannya di mana? Buktinya rupiah masih Rp14.500 terhadap dolar AS. Anda masih berikan angka patokan Rp13.200 per dolar AS untuk asumsi makro RAPBN 2016. Sementara sekarang saja Rp14.500," ujarnya di Gedung DPR, Senin (21/9/2015) malam.
Saat Presiden Jokowi mengumumkan soal paket kebijakan ekonomi untuk mengundang investasi.
Di saat yang sama, Gubernur BI Agus Martowardojo mengumumkan Paket Kebijakan dalam upaya menstabilkan nilai tukar.
Namun, kebijakan yang dibuat BI tersebut dinilai hanya satu yang cukup fungsional yakni menyangkut perubahan batas penukaran valas.
"Padahal berapa besar sih pengaruh kebijakan itu? Bapak Agus Martowardojo bilang kebijakan BI sophisticated. Saya pikir jangan presiden kita yang baik itu terpengaruh dengan klaim-klaim seakan hebat. Bagi saya, tak ada yang baru dengan kebijakan BI," katanya.
Oleh karena itu, Komisi XI DPR meminta agar BI bersedia diaudit oleh BPK.
Menurutnya, BI mengada-ada apabila menolak diaudit dengan alasan takut strategi diketahui orang luar dan menganggu independensi.
"Begitu rupiah jatuh, yang dimaki-maki Presiden. Jangan sembunyi atas nama independensi. BI tak boleh jadi negara di dalam negara karena banyak bisnis di BI dimainkan Yayasan Karyawan BI. Makanya ini perlunya audit ini. DPR bisa meminta BPK melaksanakannya," tutur Misbakhun.