Bisnis.com, JAKARTA--Industri perbankan syariah tengah mencari alternatif pembiayaan jangka panjang untuk tetap menjaga pertumbuhan di tengah menurunnya permintaan pembiayaan.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo) Achmad K. Permana mengatakan alternatif pembiayaan diperlukan di tengah kondisi ekonomi yang memukul segmen korporasi.
Terlebih di perbankan syariah lebih dari 70% portofolio pembiayaannya merupakan pembiayaan yang berbasis angsuran, di mana bank harus bisa mencari pembiayaan baru melebihi yang diangsur nasabah untuk menjaga pertumbuhan. Padahal, permintaan pembiayaan tengah melesu.
"Kami cari yang long term karena kalau yang short term, seperti pembiayaan konsumer joint finance itu kan 3 tahun. Ini artinya setiap tahun ada 30% yang dibayar angsurannya dan kami harus mencari booking dengan nilai yang sama untuk tumbuh," ucapnya di Jakarta, Senin (12/10/2015).
Permana, yang juga menjabat sebagai Direktur Unit Usaha Syariah PT Bank Permata Tbk. ini mengungkapkan salah satu upaya yang dilakukan oleh Asbisindo untuk bisa mendapatkan alternatif pembiayaan jangka panjang adalah dengan mengusulkan kepada Bank Indonesia untuk mendapatkan relaksasi syarat loan to value (LTV) pada pembiayaan perumahan dan pembiayaan kendaraan bermotor.
Seperti diketahui Bank Indonesia mensyaratkan rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL) grossperbankan untuk keseluruhan kredit dan kredit perumahan harus di bawah 5% untuk bisa mendapatkan pelonggaran LTV.
Asosiasi tengah berjuang supaya regulator dapat memberikan kemudahan untuk mendapatkan relaksasi aturan LTV dengan hanya mensyaratkan NPL gross di pembiayaan perumahan di bawah 5%.
Hal ini disebabkan adanya bank syariah yang memiliki NPF gross untuk keseluruhan pembiayaan yang di atas 5%.
Permana menjelaskan industri syariah membidik pembiayaan pemilikan rumah karena memiliki tenor panjang antara 10 tahun hingga 15 tahun, sehingga perbankan syariah dapat 'bernafas' mencari pembiayaan baru untuk menutup angsuran yang dibayar nasabah.
"Tantangan yang juga dihadapi bank syariah adalah bagaimana membuat produk yang evergreen, yang bukan berbasis angsuran. Kami juga tengah memaksimalkan akad musyarakah untuk bisa top-up ke Otoritas Jasa Keuangan," katanya.