Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia menyarankan Otoritas Jasa Keuangan untuk memperpanjang beleid penghitungan sementara risiko kecukupan modal karena kondisi ekonomi yang dinilai belum stabil.
Togar Pasaribu, Pjs. Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) mengatakan sejumlah indikator makro ekonomi seperti pasar modal dan kurs rupiah pada akhir tahun ini malah kembali melemah, yang berpotensi menggangu solvabilitas perusahaan asuransi.
Menurutnya, penghitungan sementara tersebut masih dibutuhkan perusahaan asuransi sampai tahun depan untuk menjaga stabilisasi industri asuransi di tengah ketidakpastian ekonomi.
“Melihat saat ini kami inginnya kebijakan itu terus dijalankan minimal sampai kuartal I/2015, baru dilakukan evaluasi akan dilanjutkan atau tidak,” katanya kepada Bisnis, Minggu, (13/12/2015).
Menurut Togar, penerapan penghitungan rasio kecukupan modal (risk based capital/RBC) dalam keadaan normal pada saat ini akan membuat industri asuransi mencatatkan solvabilitas di bawah ketentuan OJK saat ini dengan sendirinya.
Per 1 September 2015, OJK merelaksasi formulasi penghitungan rasio RBC dengan menoleransi pemenuhan Modal Minimum Berbasis Risiko (MMBR) dari 100% menjadi 50% saja.
Pertimbangannya, volatilitas pasar modal berpotensi menekan aset investasi yang bisa membuat rasio RBC tergerus dengan sendirinya, bukan karena kondisi kesehatan perusahaan yang bersangkutan.
Dengan relaksasi itu, OJK mengatakan mayoritas RBC perusahaan asuransi tetap akan terjaga di atas batas, yakni 120% untuk asuransi konvensional dan 30% untuk asuransi syariah.
Adapun, OJK meniadakan sanksi bagi perusahaan yang tetap mencatatkan rasio RBC di bawah ketentuan minimal dalam kebijakan sementara itu. Namun, pihaknya menjanjikan adanya evaluasi kebijakan itu pada awal tahun.