Bisnis.com, JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat premi asuransi jiwa per Juni 2025 sebesar Rp87,48 triliun, turun 0,57% (year on year/YoY). Kondisi itu dinilai berkaitan erat dengan kemampuan masyarakat membeli asuransi.
Ketua Sekolah Tinggi Manajemen Risiko dan Asuransi (Stimra) Abitani Taim menilai penurunan ini terjadi karena kondisi perekonomian Indonesia yang melemah, sehingga daya beli masyarakat ikut menurun.
Akibat hal itu, ujarnya, prioritas masyarakat dalam memenuhi kebutuhan berasuransi juga ikut berubah. Masyarakat fokus pada premi asuransi yang murah dan sangat penting saja.
“Selain hal itu, menurunnya penjualan produk asuransi jiwa unit-linked karena belum pulihnya iklim investasi dan kepercayaan masyarakat juga menjadi penyebab premi asuransi jiwa menurun,” tuturnya kepada Bisnis, Selasa (5/8/2025).
Adapun, Abitani membeberkan tantangan yang kini dihadapi perusahaan asuransi cukup beragam dan kompleks. Mulai dari dinamika ekonomi makro, regulasi, teknologi, hingga perubahan perilaku konsumen.
Dia berujar perubahan regulasi ini meliputi Penerapan Pernyataan Standar Akutansi Keuangan (PSAK) 117, SEOJK PAYDI, asuransi kredit, hingga ekuitas minimum.
Baca Juga
“Kemudian, keterbatasan produk dan kanal distribusi untuk menyesuaikan perilaku konsumen, perkembangan teknologi dan digitalisasi, inflasi biaya medis untuk asuransi kesehatan, dan kapasitas reasuransi yang semakin ketat dan mahal,” sambungnya.
Oleh sebab itu, Abitani memberikan lima saran untuk perusahaan asuransi supaya ke depannya premi asuransi jiwa bisa tumbuh kembali.
“Pertama, fokus ke produk tradisional [whole life, term life, endowment] yang lebih pasti dan jelas manfaatnya, serta tidak terpengaruh fluktuasi pasar,” ucapnya.
Kedua, dia menyarankan agar perusahaan asuransi dapat memperluas distribusi melalui kanal digital dan memanfaatkan penggunaan teknologi AI untuk mempercepat proses akseptasi dan Klaim.
Ketiga, dia juga mendorong perusahaan asuransi memperkuat kemitraan dengan bank untuk produk proteksi murni atau kesehatan.
Keempat, perusahaan asuransi dinilai perlu meningkatkan kampanye edukasi publik tentang pentingnya proteksi jiwa. Terakhir, disarankan untuk membuat produk berdasarkan segmen dan ceruk pasar (niche market) yang ada.
Sebagai perbandingan, pada Juni 2024 premi asuransi jiwa mencapai Rp188,15 triliun atau tumbuh 6,06% (year on year/YoY).