Bisnis.com, JAKARTA — Suku bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate) sudah empat kali dipangkas tahun ini hingga menyentuh level 5%. Namun, denyut penurunan bunga itu belum terasa di ranah bank digital.
Di tengah derasnya arus kebijakan moneter longgar, sejumlah bank masih menahan langkah, enggan buru-buru memangkas bunga simpanan yang selama ini menjadi magnet utama menarik hati nasabah.
Di jagat perbankan digital, bunga bukan sekadar angka. Dia merupakan 'sinyal' yang menentukan siapa yang akan dilirik deposan, siapa yang ditinggalkan. Itulah sebabnya bank-bank digital memilih berdiam diri sejenak, membaca situasi, sambil menakar strategi agar tak salah langkah.
Direktur Risiko, Kepatuhan, dan Hukum Allo Bank Ganda Raharja Rusli menjelaskan bahwa bank masih mengkaji langkah yang akan diambil seiring pemangkasan BI Rate. Bak pemain catur, bank menunggu giliran yang tepat untuk menggerakkan bidak agar tak salah langkah.
“Saat ini bank sedang mengkaji respons atas penurunan BI Rate, sambil melihat respons bank lain agar keputusan yang diambil tepat secara waktu dan juga rate-nya,” katanya kepada Bisnis, Senin (25/8/2025).
Keputusan soal bunga bukan sekadar mengikuti irama bank sentral. Bagi Ganda, ada variabel lain yang tak kalah penting yaitu kebutuhan likuiditas dan kelangsungan margin bunga bersih (NIM). Bank tetap harus menjaga daya tarik bagi deposan, tanpa mengorbankan efisiensi biaya dana.
“Bank akan senantiasa meningkatkan pelayanan dan kepercayaan kepada para deposan agar mempercayakan pengelolaan dananya di bank, dengan tetap memberikan imbal hasil yang menarik, sekaligus menjaga efisiensi biaya dana,” jelas Ganda.
Merujuk pada laman resmi Allo Bank, perusahaan bank digital milik konglomerat Chairul Tanjung, menawarkan bunga deposito hingga 7,5%.
Secara rinci, untuk penempatan dana Rp1 juta hingga Rp1 miliar, bunga yang berlaku adalah 5% untuk tenor 1 bulan, 6,5% untuk 3 bulan, 7% untuk 6 bulan, 7,5% untuk 12 bulan, dan 6,5% untuk 24 bulan.
Sementara itu, untuk nominal di atas Rp1 miliar, suku bunga yang ditawarkan mencapai 5% untuk 1 bulan, 7% untuk 3 bulan, 7,25% untuk 6 bulan, 7,5% untuk 12 bulan, dan 6,5% untuk 24 bulan.
Sebelumnya, bank digital dari grup PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) yaitu PT Bank Raya Indonesia Tbk. (AGRO) juga menyampaikan hal yang sama.
Direktur Bisnis Bank Raya Kicky Andrie Davetra menjelaskan bahwa langkah itu untuk memperkuat strategi penghimpunan dana melalui produk tabungan digital yaitu Saku Jaga. Dia menyebut, produk tersebut dirancang menyerupai deposito dengan opsi fleksibel maupun terkunci.
Kicky menjelaskan bahwa konsep Saku Jaga mirip dengan deposito, ada pilihan yang dananya dikunci maupun yang fleksibel. Untuk yang dikunci, Bank Raya menawarkan bunga kompetitif, saat ini berkisar antara 4% hingga 6%. “Kami sepertinya belum melihat bahwa kami akan menyesuaikan itu,” ungkap Kicky di Menara BRIlian, Jumat (22/8/2025).
Bank Raya (AGRO)/dok. Bank Raya
Adapun, Kicky juga menyampaikan bahwa per Juni 2025, penggunaan transaksi melalui Aplikasi Raya mencapai 2,1 juta transaksi atau meningkat 42,7% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Jumlah pengguna aplikasi juga menembus lebih dari 1,05 juta nasabah.
Selain itu, Kicky mengakui persaingan perebutan dana antarbank masih cukup ketat. Karena itu, Bank Raya berupaya menekan biaya dana melalui strategi efisiensi, salah satunya dengan meningkatkan porsi dana murah atau CASA (current account saving account) yang bersumber dari tabungan dan giro, terutama lewat tabungan digital.
“Artinya, kami memang harus terus mendorong porsi CASA. Salah satu instrumen utamanya adalah digital saving. Itu sebabnya saya menyoroti produk Saku Jaga, karena sebenarnya menjadi bagian dari konsep tabungan digital kami yang terdiri dari berbagai ‘saku’,” tuturnya.
Sementara itu, dari kelompok bank kecil, Direktur Kepatuhan Bank Oke Efdinal Alamsyah menegaskan bahwa penurunan bunga simpanan, khususnya deposito digital, tidak otomatis mengikuti penurunan BI Rate.
“Penyesuaian bunga akan dilakukan dengan memperhatikan market, tidak otomatis langsung mengikuti penurunan BI Rate, agar bank tetap kompetitif dan menjaga minat nasabah,” tutur Efdinal kepada Bisnis.
Lebih lanjut, dia menyebutkan bahwa dalam menetapkan strategi bunga simpanan, bank fokus pada sejumlah aspek penting. “Kami melihat cost of fund, kondisi likuiditas, target DPK, serta persaingan bunga," sebutnya.
Di sisi lain, kata Efdinal, bank juga terus mendorong pertumbuhan dana murah lewat layanan digital dan ekosistem transaksi, sehingga ketergantungan pada deposito berbunga tinggi bisa dikurangi.
Misalnya saja, lanjutnya, seperti fitur di mobile dan internet banking dengan transfer real-time murah atau BI-Fast, pembayaran tagihan, dan QRIS yang sedang dalam proses perizinan, tabungan berjangka online, layanan virtual account, dan lainnya.
Hingga saat ini, Bank Oke menawarkan suku bunga tabungan deposito sebesar 4,25% sampai dengan 4,75%. Secara rinci bunga 4,25% ditawarkan untuk tabungan deposito Rp8 juta sampai dengan Rp9 juta. Sementara itu, bunga 4,75% untuk tabungan deposito Rp100 juta sampai dengan Rp999 juta.
Persaingan Bunga Masih Ketat
Kondisi ini mencerminkan ketatnya kompetisi bunga di industri bank digital. Terkait hal ini, Head of Research Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Trioksa Siahaan menilai fenomena ini wajar terjadi. Menurutnya, penurunan suku bunga acuan biasanya tidak langsung direspons oleh perbankan, tak terkecuali bank digital sebab masih banyak faktor yang harus diperhatikan.
“Alasannya adalah tipikal nasabah deposan kita tergolong sensitif terhadap bunga sehingga bank juga perlu memperhatikan dampak dari penurunan suku bunga simpanan terhadap jumlah simpanan ke bank,” kata Trioksa kepada Bisnis.
Trioksa memproyeksikan penyesuaian bunga simpanan baru akan terjadi dalam dua sampai tiga bulan ke depan sejak penurunan bunga acuan.
“Namun kembali lagi bank harus melihat tingkat likuiditas bank, semakin baik maka akan semakin cepat dalam menyesuaikan suku bunga ketika bunga acuan turun,” jelasnya.
Meski bunga tinggi menjadi strategi utama dalam menjaga minat nasabah, Trioksa menilai pendekatan ini tidak bisa diandalkan selamanya.
“Sepanjang produk simpanan yang ditawarkan menarik dan masyarakat percaya pada bank digital, peluang akuisisi nasabah akan semakin besar. Namun kompensasi untuk akuisisi nasabah saat ini masih lebih besar dari sisi bunga simpanan,” pungkasnya.