Bisnis.com, SEMARANG - Bank Indonesia mendorong perekonomian nasional ke arah yang lebih baik dengan menjaga stabilitas sistem keuangan.
Kepala Grup Advisory dan Pengembangan Ekonomi BI Jawa Tengah Ananda Pulungan mengatakan selaku otoritas moneter mempunyai tugas antara lain menyusun dan melaksanakan kebijakan moneter dalam rangka mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah.
Dalam rangka implementasi kebijakan moneter, katanya, Bank Indonesia melaksanakan operasi moneter untuk menjaga sasaran operasional bergerak di kisaran suku bunga kebijakan. Ananda mengatakan penguatan kerangka operasi moneter diperlukan untuk memperkuat kredibilitas dan efektivitas suku bunga kebijakan melalui pencapaian sasaran operasional.
Penguatan kerangka operasi moneter dilakukan dengan cara menjaga keseimbangan supply and demand harian di pasar uang antar bank.
"Seiring dengan hal tersebut, Bank Indonesia memperkuat pelaksanaan kebijakan dengan menerbitkan penyempurnaan ketentuan terkait Operasi Moneter, di samping upaya peningkatan proses bisnis dalam transaksi operasi moneter yang turut diakomodir dalam ketentuan Operasi Moneter terbaru," papar Ananda dalam sosialisasi Penguatan Kerangka Operasi Moneter di BI Jateng, Kamis (8/9/2016).
Selanjutnya, untuk memastikan efektivitas kebijakan moneter, mencegah dan mengurangi risiko di bidang moneter, dan memastikan kepatuhan ketentuan di bidang moneter yang diperlukan untuk mencapai dan memelihara kestabilan moneter, Bank Indonesia juga mengeluarkan ketentuan perihal Pengaturan dan Pengawasan Moneter.
Terkait dengan penggunaan non-USD dalam perdagangan internasional, saat ini USD masih menjadi mata uang yang mendominasi transaksi valas di pasar domestik maupun global.
Survei BIS pada 2013 menunjukan dominasi transaksi valas daiam USD sebesar US$4.652 miliar (87%) per hari. Sementara transaksi valas dalam Non-USD masih relatif kecil. Dari sisi domestik, meskipun investor maupun mitra dagang utama indonesia adalah negara-negara Asia dan Eropa, transaksi di pasar valas masih didominasi oleh mata uang dolar AS.
Data transaksi perbankan menunjukan porsi transaksi valas domestik dalam USD mencapai sekitar 95%-96%. Adapun, beberapa kendala yang menghambat penggunaan Non-USD dalam perdagangan internasional, antara Iain: permintaan penggunaan dolar AS oleh mitra dagang (khususnya importir) yang masih tinggi; Kemudahan transaksi dengan menggunakan USD (likuid).
Selain itu, kurangnya dukungan regulasi dari otoritas mitra dagang Indonesia yang mendorong penggunaan mata uang non-dolar AS dalam hubungan perdagangan; masih terbatasnya produk perbankan berbasis non-dolar AS; Proses administrasi diluar sistem pembayaran yang masih perlu dikembangkan, antara Iain terkait pajak dan kepabeanan.
Dia menerangkan salah satu upaya yang dilakukan BI untuk mengurangi ketergantungan terhadap dolar AS adalah dengan menerbitkan ketentuan mengenai transaksi swap iindung nilai kepada BI yang mencakup valuta dolar AS maupun nondolar.