Bisnis.com, JAKARTA—Otoritas Jasa Keuangan atau OJK akhirnya jelas mengatur soal penetapan status dalam upaya pengawasan bank umum melalui POJK No. 15/POJK.03/ 2017 tentang penetapan status dan tindak lanjut pengawasan bank umum.
Regulasi tersebut menyebutkan bahwa status pengawasan bank ditetapkan oleh OJK. Ada tiga jenis pengawasan, yaitu normal, intensif, dan pengawasan khusus. Khusus untuk bank dalam pengawasan intensif adalah mereka yang dinilai berpotensi kesulitan dan membahayakan kelangsungan usaha.
Bank yang dinilai memiliki potensi kesulitan yang membahayakan kelangsungan usaha ditetapkan berdasarkan beberapa syarat a.l. rasio kewajiban penyediaan modal minimum (KPMM) sama dengan atau lebih besar dari 8%.
Selain itu, rasio modal inti atau modal tier 1 kurang dari persentase yang ditetapkan OJK. Adapun untuk rasio giro wajib minimum (GWM) dalam rupiah sama dengan atau lebih besar dari rasio yang ditetapkan untuk GWM dalam rupiah yang wajib dipenuhi bank.
Dari sisi rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL) net ditetapkan lebih dari 5% dari total kredit atau total pembiayaan. Untuk tingkat kesehatan, bank harus dengan peringkat komposit empat atau lima. Bisa juga tingkat kesehatan bank dengan peringkat komposit tiga asalkan tata kelolanya peringkat empat atau lima.
POJK menyatakan, bank dalam pengawasan intensif ditetapkan untuk jangka waktu paling lambat setahun sejak tanggal surat pemberitahuan OJK. Jangka waktu pengawasan intensif ini bisa diperpanjang paling panyak sekali dan paling lama setahun.
Untuk perpanjangan ada syaratnya lagi, yaitu NPL net lebih dari 5% dari total kredit atau total pembiayaan, tingkat kesehatan bank dengan peringkat komposit empat atau lima, serta tingkat kesehatan bank dengan peringat komposit tiga disertai peringkat tata kelolanya empat atau lima.
Ketentuan soal bank dalam pengawasan intensif ini ditetapkan Ketua Dewan Komisioner OJK pada 4 April 2017. Lantas diundangkan oleh Menkumham di Jakarta, 7 April 2017.