Bisnis.com, JAKARTA - Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) diharapkan bisa mengelola dana haji secara korporasi dan profesional. Perubahan arah investasi dana haji harus bisa memberikan hasil yang lebih tinggi meski tetap mengedepankan aspek kehati-hatian (prudent).
Sesuai Undang Undang No. 34/2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji, BPKH diberikan kewenangan kepada BPKH yang bersifat mandiri dan bertanggung jawab kepada presiden melalui menteri untuk mengelola dana haji secara secara korporatif dan nirlaba.
Chairman Center for Islamic Studies in Finance, Economics, and Development (CISFED) Farouk Abdullah Alwyni mengemukakan BPKH perlu membuat semacam strategic asset allocation dari rencana investasi yang akan dilakukan setiap tahun. Alokasi aset strategis ini, lanjutnya, merupakan pemilihan instrumen-instrumen investasi dari dana haji.
Menurut Farouk, dalam hal mengelola isi keranjang investasi dana haji, BPKH bisa mencontoh skema investasi Tabung Haji Malaysia. “Sebenarnya BPKH tak perlu pusing pusing karena benchmarking yang berhasil sudah ada, yakni Tabung Haji Malaysia, salah satu yang terbaik di dunia, tinggal berinovasi lebih kreatif dalam perjalanan ke depannya," katanya dalam keterangan tertulis, Jumat (25/8/2017).
Dia menyatakan, bila menilik audit BPK pada 2015, pengelolaan dana haji defisit Rp414 miliar padahal tahun sebelumnya bisa surplus Rp145 miliar. Pasalnya, Masih berdasarkan audit BPK, tingkat pendapatan investasi dana haji pada 2015 hanya 4,7%.
Defisit ini, jelasnya, terjadi akibat currency mismatch ketika sekitar 85% pengeluaran berupa valuta asing, tetapi hanya 15% pemasukan yang diperkirakan berasal dari valuta asing. "Salah satu persoalan yang menyebabkan defisit di antaranya adalah penempatan investasi di instrumen-instrumen keungan yang kurang memberikan tingkat keuntungan tinggi,” ungkap Farouk.