Bisnis.com, JAKARTA – Rencana pemerintah untuk mencari sumber pendanaan perumahan melalui program Tabungan Perumahan Rakyat atau Tapera dinilai sejumlah pihak berpotensi menimbulkan clash dengan program yang ada saat ini.
Pasalnya, Tapera menggunakan instrumen pungutan upah pekerja, yang hasilnya akan diakumulasi secara nasional guna pembiayaan perumahan bagi masyarakat menengah bawah. Sementara itu, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJS TK) juga sudah masuk ke sektor properti.
Namun, hal tersebut ditepis oleh BPJS TK. Saat ditemui Bisnis.com pada acara penandatanganan kerja sama dengan Peruri dan BTN di Jakarta, BPJS TK melalui direktur utamanya Agus Susanto mengatakan, Tapera dapat menjadi instrumen yang mendukung program sejuta rumah.
“Saya kira semua pihak perlu duduk bersama untuk melakukan harmonisasi supaya segala sesuatu dapat berjalan dengan baik,” ujarnya , Selasa (24/10/2017).
Selaras, Direktur Utama BTN Maryono memberikan sinyal tetap mendukung semua instrumen pembiayaan terkait realisasi perumahan bagi masyarakat, khususnya pada segmen menengah bawah.
“Program Tapera ini harus mendukung instrumen pembiayaan satu sama lain, sehingga sumber dananya tidak hanya dari BPJS Ketenagakerjaan saja,” katanya.
Secara terpisah, pengamat perumahan Ali Tranghanda mengatakan, Tapera dapat menjadi salah satu alternatif pendanaan perumahan yang dapat menekan biaya bunga karena menggunakan instrumen jangka panjang.
“Dana yang dikumpulkan dari Tepera dapat menyokong pembiayaan perumahan bagi masyarakat menengah bawah yang selama ini menjadi fokus pemerintah. Selain itu, instrumen ini juga dapat membantu anggaran subsidi skema FLPP,” katanya.
Nantinya dana Tapera diharapkan, lanjut Ali, harus benar-benar menyasar pada segmen masyarakat bawah, sehingga pengelolaan dana tersebut dapat tepat sasaran dalam penyaluran pembiayaan perumahan.
Dia menilai, kendala yang dihadapi dalam proses realisasi Tapera lebih kepada mekanisme pengkolektifitasan dana yang saat ini dilakukan perusahaan kepada pekerjanya. Dalam hitungnya, potensi dana yang dapat terkumpul melalui Tapera sekitar Rp50 triliun pertahun.
“Harusnya ada satu lembaga saja yang melakukan pemotongan atau pengumpulan iuran kepada pekerja, misalnya berapa persen per bulan. Jadi perusahaan tidak perlu melakukan pemotongan upah pekerja dengan membayar beberapa iuran,” tuturnya.
Berdasarkan informasi yang dihimpun Bisnis.com, Pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat telah mengusulkan modal awal Rp2,5 triliun sebagai anggaran Badan Pengelolaan Tabungan Perumahan Rakyat.
Namun, hal tersebut belum menjadi kepastian tetap karena masih dalam tahap pembahasan. Dalam wacana yang berkembang, Tapera nantinya akan memungut iuran sebesar 2,5% dari pekerja. Sementara itu, 0,5% lagi akan dibebankan kepada perusahaan.