Bisnis.com, JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan mengaku masih menunggu laporan dari PT Bank Muamalat Indonesia Tbk. terkait dengan aksi tukar guling aset bermasalah dengan perusahaan cangkang yang difasilitasi Lynx Asia.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso menyampaikan, tukar guling aset bermasalah Bank Muamalat dengan surat berharga perusahaan cangkang (special purpose vehicle/SPV) adalah proses aksi korporasi.
Oleh sebab itu, sambungnya, otoritas bisa menilai setelah mendapat laporan dari korporasi terkait. “Itu aksi korporasi. OJK baru bisa menilai setelah memperoleh laporan hasil RUPS [rapat umum pemegang saham]. Mereka kan belum RUPS. Begitu tata caranya,” ujarnya saat Halalbihalal dengan Pimpinan Media di Jakarta, Rabu (11/7/2018) malam.
Rencana tukar guling aset tersebut sebenarnya masuk dalam agenda persetujuan RUPS pada 28 Juni 2018. Selain itu, dalam RUPS mengagendakan pergantian komisaris utama, persetujuan penerbitan saham terbatas, dan merilis sukuk.
Kemudian, perseroan menunjuk Lynx Asia, perusahaan penasehat keuangan dan investasi asal Singapura, untuk menjadi penghubung SPV dalam melakukan tukar guling aset Muamalat. SPV itu membenamkan surat utang senilai Rp8 triliun, sedangkan aset bermasalah yang ditukar Muamalat senilai Rp6 triliun.
Menurut sumber Bisnis, Muamalat merogoh kocek sebesar Rp2 triliun untuk membayar selisih surat utang dengan aset bermasalah. Masih dari investor yang sama, mereka akan menjadi standby buyer atau pembeli siaga penerbitan sukuk Muamalat.
Namun, tidak semua duit tunai tersebut dipakai untuk beli sukuk. “Sebesar Rp1,6 triliun untuk beli sukuk Muamalat,” ujar sumber tersebut.
Yang menjadi pertanyaan dalam tukar guling aset ini adalah kualitas obligasi yang diberikan ke Muamalat. OJK dikabarkan meminta dilakukan verifikasi terhadap obligasi tersebut.