Bisnis.com, JAKARTA -- PT Asuransi Jasa Indonesia (Persero) mencatatkan penurunan premi bruto lini usaha asuransi rekayasa pada semester I/2018, sejalan dengan keputusan pemerintah untuk memangkas sejumlah proyek infrastruktur pemerintah pada periode yang sama.
Kepala Biro Manajemen Risiko & Aktuaria Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo) Anita Widodo menyebutkan perolehan premi bruto lini usaha asuransi rekayasa turun 17% pada semester I/2018 dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Namun, penurunan ini diklaim tidak memengaruhi pertumbuhan premi pada periode tersebut karena kontribusinya yang masih kecil, yakni kurang dari 5% terhadap total premi bruto perseroan.
Berdasarkan laporan keuangan Jasindo per 30 Juni 2018, jumlah premi bruto tercatat meningkat 13,7% menjadi Rp2,22 triliun. Pertumbuhan ini lebih tinggi dari pertumbuhan industri asuransi umum yang sebesar 11%.
Pertumbuhan premi banyak ditopang dari perolehan premi dari lini bisnis aneka seperti asuransi mikro dan Asuransi Usaha Tani Padi.
Perseroan juga mencatatkan penurunan klaim sekitar 43% pada semester I/2018, yang didominasi lini usaha minyak dan gas sejalan dengan premi yang turun, proyek yang tertunda, dan harga minyak dunia yang belum pulih. Jasindo juga lebih prudent terhadap pertanggungan properti atau harta benda.
Sementara itu, klaim lini usaha asuransi rekayasa juga menyusut tetapi kontribusinya terhadap klaim perusahaan naik kurang dari 1%.
"Untuk premi rekayasa, benar turun pada semester I/2018 dibandingkan dengan tahun lalu. Sejalan dengan itu, klaim juga turun pada semester I/2018 dibandingkan dengan tahun lalu," tutur Anita, Kamis (13/9/2018).
Dia berharap pemerintah tidak melakukan penundaan terhadap sejumlah proyek infrastruktur karena ada tanda-tanda rupiah bangkit.
Sebelumnya, Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) memperkirakan kinerja lini usaha asuransi rekayasa yang tertekan pada paruh pertama 2018 masih akan berlanjut hingga akhir tahun ini.
Hal ini menyusul rencana pemerintah untuk menunda sejumlah proyek infrastruktur sebagai langkah untuk menekan laju impor yang diharapkan dapat membuat nilai tukar rupiah kembali stabil.