Bisnis.com, JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) diminta untuk bersikap proaktif dalam menyusun regulasi asuransi digital (insurance technology/insurtech).
Pengamat marketing sekaligus penulis buku, Yuswohady, mengatakan regulator Indonesia cenderung bersikap responsif dalam menghadapi sebuah inovasi. Artinya, pemerintah baru mengeluarkan kebijakan di saat ada keributan di masyarakat.
“Ada masalah, demo, pemerintah bingung bikin regulasi, polanya seperti itu. Regulator kita tidak bisa proaktif, tapi sifatnya responsif,” ujarnya kepada Bisnis, Rabu (3/10/2018).
Hal ini pun dinilai terjadi di sektor asuransi. Seperti diketahui, OJK belum mengeluarkan regulasi mengenai insurtech meski produk lainnya seperti penjaminan dan peminjaman uang tunai dengan skema financial technology (fintech) telah diberi payung hukum.
Sejauh ini, OJK telah mengatur perizinan bagi perusahaan peminjaman uang tunai berbasis teknologi yang diatur dalam Peraturan OJK (POJK) Nomor 77 Tahun 2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. Adapun penjaminan diatur dalam POJK Nomor 2 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Usaha Lembaga Penjamin.
Yuswohady berasumsi lambatnya regulasi mengenai insurtech disebabkan skala prioritas di mana jumlah peminat insurtech tidak lebih banyak dari fintech.
“Dari sisi kepentingan pasti yang didahulukan yang menyangkut hajat hidup orang banyak, seperti bank dulu, baru fintech, terus asuransi nanti,” ucapnya.