Bisnis.com, JAKARTA – Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan menampik adanya pembatasan hari rawat terhadap pasien peserta Jaminan Kesehatan Nasional – Kartu Indonesia Sehat. Pernyataan tersebut untuk menanggapi laporan BPJS Watch terkait adanya pembatasan hari perawatan bagi pasien JKN di rumah sakit.
Kepala Humas BPJS Kesehatan M. Iqbal Anas Ma’ruf mengatakan, BPJS Kesehatan dan manajemen rumah sakit tentu berkoordinasi apabila ada keluhan terkait hal tersebut. Sejauh ini, kata Iqbal, BPJS Kesehatan masih berprasangka baik bahwa RS tetap berkomitmen terhadap mutu pelayanan.
“Sebab kalau benar pasien belum stabil diminta pulang. Kemudian terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dengan pasien, maka RS atau dokter yang harus bertanggungjawab,” katanya, Senin (26/11/2018).
Menurut Iqbal, yang mesti dijelaskan dalam persoalan ini adalah definisi kondisi stabil berdasarkan medis seringkali berbeda dengan persepsi pasien. Misalnya, pasien stroke sudah stabil. Reflek menelan bagus. Namun, belum bisa berjalan. Pasien menganggap hal tersebut belum sehat.
“Sementara kalau sudah stabil, pasien bisa berobat jalan untuk terapi selanjutnya seperti fisioterapi atau konsultasi ke spesialis lain,” katanya.
Sementara itu, Iqbal juga menepis anggapan BPJS Kesehatan hanya berdiam diri terkait persoalan ini. Menurutnya setiap pengaduan yang masuk akan diterima dan ditindaklanjuti.
Oleh sebab itu, dia berharap bila ada persoalan terkait layanan pasien maka segera berkomunikasi dengan BPJS Kesehatan dan RS.
“Pelayanan yang sudah berjalan di tahun kelima ini sebetulnya sudah jauh lebih baik dan memperhatikan kepuasan pasien. Setiap pengaduan bisa disampaikan pasien melalui BPJS Kesehatan, pengaduan RS dan Dinas Kesehatan,” katanya.
Iqbal menambahkan, dalam Peraturan Menteri No.99/2015 tentang Revisi terhadap Permenkes No.71/2013 telah diatur tentang kewajiban faskes yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan untuk memberikan informasi hak dan kewajiban pasien. Termasuk mengenai pelayanan JKN.
“Bahwa sebenarnya memang sudah menjadi kewajiban faskes untuk menjelaskan kepada pasien tentang hak dan kewajibannya, lepas dari status dan jenis kepesertaannya,” katanya.
Artinya, menurut Iqbal, sebelum ada JKN pun, kewajiban ini sudah melekat. Tentu, katanya, harus diperkuat kerjasama yang baik antara faskes dengan petugas BPJSK di lapangan agar bisa saling mendukung dan melengkapi proses informasi kepada peserta JKN-KIS.
Sebelumnya, dalam keterangan tertulis, Rabu (21/11), Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar menuturkan, ada seorang aktivis buruh migran mengeluhkan pembatasan perawatan pasien JKN di RS hanya 3 hari.
“Saya jawab pasien pulang kalau memang sudah layak pulang secara medis dan tidak ada ketentuan harus pulang dalam waktu 3 hari. Saya tanya siapa yang bilang 3 hari, dijawab dokter yang bilang. Hal kejadian di sebuah RS besar di bilangan Jakarta Timur,” katanya.
Timboel menilai, pembatasan waktu perawatan menjadi kasus yang banyak ditangani pihaknya. Mulai dari pasien yang tidak sadar harus keluar RS, pasien yang masih lemah dan belum bisa jalan, hingga pasien yang merasa belum sembuh tetapi sudah harus pulang. Berdasarkan catatannya, hingga Januari tahun ini ada sekitar 15 laporan terkait kasus tersebut.
Timboel mengatakan, masalah tersebut biasa terjadi di RS, tetapi belum dapat diselesaikan oleh BPJS Kesehatan sebagai penjamin peserta JKN.
“Pasal 2, UU No.44/2009 tentang Rumah Sakit dengan jelas menyatakan RS diselenggarakan berasaskan Pancasila dan didasarkan pada nilai kemanusiaan, etika dan profesionalitas, manfaat, keadilan, persamaan hak dan anti diskriminasi, pemerataan, perlindungan, dan keselamatan pasien,” katanya.
Kemudian, pada Pasal 29 ayat 1 point (c) disebutkan, mewajibkan RS memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, anti diskriminasi dengan mengutamakan kepentingan pasien. Selain itu, dinyatakan, RS wajib menghormati dan melindungi hak hak pasien.
Selanjutnya, Pasal 32 juga menyebutkan pasien mempunyai hak memperoleh layanan yang manusiawi, adil jujur dan tanpa diskriminasi.
“Mematok 3 hari tanpa melihat aspek kemanusiaan dan keselamatan pasien dan amanat pasal-pasal yang telah disebutkan merupakan pelanggaran sistemik yang terus terjadi dan dibiarkan oleh BPJS Kesehatan,” katanya.
Dia pun mempertanyakan dalam Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara BPJS Kesehatan dan RS, apakah ada klausul tentang pembatasan hari tersebut. “Kalau ada ya BPJS Kesehatan jujur saja kepada peserta JKN, kalau tidak ada kok kasus seperti ini banyak terjadi yang tidak bisa diselesaikan BPJS Kesehatan.”