Bisnis.com JAKARTA — PT Akseleran Keuangan Inklusif Indonesia (Akseleran) menilai model bisnis baru equity crowdfunding tidak akan menyaingi bisnis peer-to-peer (P2P) lending.
Layanan urun dana melalui penawaran saham berbasis teknologi informasi (equity crowdfunding) adalah penyelenggaraan layanan penawaran saham yang dilakukan oleh penerbit untuk menjual saham secara langsung kepada pemodal melalui jaringan sistem elektronik yang bersifat terbuka.
Dengan demikian, penyelenggara equity crowdfunding menyasar pelaku usaha. Sebagian P2P lending juga menyasar sektor produktif dalam menyalurkan pinjaman.
CEO Akseleran Ivan Nikolas Tambunan mengatakan kendati awalnya perusahaan berfokus menyelenggarakan kegiatan usaha crowdfunding, dirinya lebih memilih untuk fokus pada bisnis P2P lending.
“Tidak dulu. Kami fokus di P2P lending karena pertumbuhannya sedang substansial sekali. Penyaluran satu tahun kemarin dari Rp13 miliar jadi Rp210 miliar. Tahun ini Rp1,4 triliun,” ujarnya, Rabu (9/1).
Menurutnya, produk equity crowdfunding belum bisa menyaingi P2P lending dari sisi volume. Apalagi, masyarakat Indonesia belum terbiasa berinvestasi saham.
Namun, sifat equity crowdfunding yang lebih cocok untuk pembangunan usaha tahap awal ketimbang pinjaman diakuinya sebagai nilai lebih model bisnis baru ini.
Otoritas Jasa Keuangan baru saja merilis POJK No. 37 /POJK.04/2018 tentang Layanan Urun Dana Melalui Penawaran Saham Berbasis Teknologi Informasi (Equity Crowdfunding).
Dengan demikian, sudah ada tiga model bisnis fintech yang memiliki payung hukum, di antaranya P2P lending, payment, dan equity crowdfunding.