Bisnis.com, JAKARTA - Apabila mendengar batik, daerah pertama yang terlintas biasanya Pekalongan atau Solo. Dua daerah itu merupakan basis produsen batik terkenal, meskipun masih banyak kota lain, seperti Cirebon, Yogyakarta, dan lainnya.
Namun, apabila di sudut kota Depok ada produsen batik, tentu ini mengherankan. Apalagi produsen ini memiliki pola batik khas yang sudah terdaftar melalui Hak Kekayaan Intelektual, seperti batik corak Gong Sibolong, Topeng Cisalak, Benggoel, dan Ikan.
Adalah Ratna Septiana Wulandari dengan brand Ratna Batik and Craft yang telah membawa batik khas Depok tersebut hingga ke benua Eropa. Ratna membuat pola batik yang dia ciptakan pada dua jenis batik, yaitu batik tulis dan batik cap.
Batik hasil usaha Ratna itu identik dengan warna cerah, tidak seperti batik pada umumnya. Selain itu, alih-alih menempatkan filosofi pada batik buatannya, Ratna memilih menjadikan batik ciptaanya sebagai tempat sebuah cerita tentang Kota Depok.
Per hari, Ratna bersama dengan karyawannya dapat menghasilkan 10 lembar batik cap dengan ukuran 2 meter x 1,5 meter. Adapun, untuk jenis batik tulis, dia membuat dua lembar batik per bulan dengan ukuran yang sama.
Ratna mengatakan, telah mengikuti pembinaan usaha kecil yang digelar oleh PT Bank Syariah Mandiri (BSM) pada 2015, sebelum membawa batik buatanya ke Georgia dan Ukraina.
Sebelum berangkat, Ratna mengajukan pembiayaan mikro untuk usahanya senilai Rp100 juta dengan margin 15%—16%. Dana itu, lanjutnya, digunakan untuk membuat cap pola batik, pewarna alami, dan kain.
Dengan menggunakan bahan alami, Ratna menjual batik buatannya di atas harga pasar, yakni sekitar Rp250.000—Rp21 juta per lembar. BSM pun kembali mengucurkan dana sebesar Rp200 juta.
Kepala Cabang BSM Area kelapa Dua Depok Niken Larasati mengatakan, perseroan tertarik untuk membiayai usaha Ratna Batik and Craft karena keunikannya. Menurutnya, produk budaya menjadi sektor yang penting dalam menumbuhkan usaha kecil di Depok. “Apalagi ini menggunakan bahan-bahan yang ramah lingkunan. Kalau yang alami, nilai jualnya akan lebih karena prosesnya,” kata Niken, baru-baru ini.
Corporate Secretary BSM Ahmad Reza mengatakan, perseroan akan fokus untuk menyalurkan pembiayaan pada tahun ini. Pada akhir kuartal III/2018, kontribusi pembiayaan usaha kecil terhadap portofolio pembiayaan perseroan mencapai 20,79%. Selain itu, pembiayaan mikro menopang 15,45% dari total pembiayaan.
Hingga November 2018, portofolio pembiayaan perseroan tumbuh 13,1% menjadi Rp66,2 triliun dari Rp58,6 triliun pada periode yang sama tahun lalu. Adapun, penghimpunan dana perseroan naik 10,17% menjadi Rp82,2 triliun. Pertumbuhan tersebut membut aset perseroan naik 10,93% menjadi Rp93,1 triliun.
Secara komposisi, Reza memaparkan perseroan telah menyalurkan pembiayaan usaha mikro sejumlah Rp4,33 triliun. Sementara itu, rasio pembiayaan bermasalah pembiayaan usaha mikro dijaga pada posisi 2,95%.