Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

OJK Ingin Fintech Segera Jadi Pelapor Anti Pencucian Uang-Pencegaan Pendanaan Terorisme

Otoritas Jasa Keuangan ingin segera ada payung hukum agar fintech segera masuk ke dalam pihak pelapor ke Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Profil bisnis teknologi finansial di Indonesia./Bisnis-Radityo Eko
Profil bisnis teknologi finansial di Indonesia./Bisnis-Radityo Eko

Bisnis.com, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan ingin segera ada payung hukum agar fintech segera masuk ke dalam pihak pelapor ke Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Deputi Komisioner Pengaturan dan Pengawasan Terintegrasi OJK Imansyah mengatakan di dalam POJK No.77/2016 dan POJK No.37/2018, fintech peer-to-peer (P2P) lending dan equity crowdfunding sudah diwajibkan menerapkan sistem anti pencucian uang--pencegahan pendanaan terorisme (APU-PPT).

Namun, PP No.43/2015 tentang Pihak Pelapor dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang belum memasukkan fintech menjadi pihak pelapor sehingga penegakan kewajiban pelaporan fintech masih terbatas.

“Yang menjadi issue adalah pelapor menjadi limitatif di Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 atau di PP No.43/2015. Ini harus di-review atau diubah supaya pelaku fintech masuk menjadi pihak pelapor,” ujarnya, Selasa (30/4/2019).

Di samping hal itu, perlu adanya petunjuk teknis terkait dengan format pelaporan fintech kepada PPATK. Menurut Imansyah, sumber daya yang dimiliki oleh fintech sangat terbatas jika dibandingkan dengan penyedia jasa keuangan konvensional lainnya. Untuk itu, dia berharap format pelaporan ini tidak dibuat terlalu rumit.

“Balancing format pelaporan dan resources yang tersedia. Itu harus diatur oleh PPATK apakah formatnya perlu disederhanakan karena yang penting ada niat untuk melaporkan. Dan sistem know your customer [KYC]-nya juga sederhana, tetapi tetap tidak menurunkan level KYC-nya,” tambahnya.

Di dalam POJK, setiap fintech diwajibkan untuk mendaftarkan pendananya (lender) ke dalam escrow account milik perbankan. Hal ini berguna untuk membuat sistem KYC dalam transaksi fintech menjadi terjamin.

Imansyah menuturkan, seiring dengan perkembangan industri fintech yang cakupannya tidak terbatas, akan membuka celah terjadinya tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan tindak pidana pendanaan terorisme (TPPT) semakin besar.

Masalahnya, perkembangan fintech tidak dibarengi dengan pengetahuan publik yang memadai. Hal itu terlihat dari indeks persepsi publik terkait APU-PPT dari sistem teknologi yang dirilis oleh PPATK hanya mencapai skala 5 dari 10.

Celah terjadinya TPPU dan TPPT juga semakin besar ketika banyaknya kemunculan fintech ilegal. Pemain liar ini dapat dengan bebas mengoperasikan bisnisnya dari luar negeri dan menempatkan server-nya di luar negeri tanpa pengawasan dari OJK.

Sejauh ini, OJK belum menemukan laporan terjadinya TPPU dan TPPT yang dilakukan oleh fintech. “Kalau yang sudah terdaftar mereka tidak akan berani karena sudah ada kode etik. Kalau ada pelaporan, maka kami akan berkoordinasi dengan asosiasi. Di POJK 77 sudah banyak sanksinya. Mereka bisa tidak diakui lagi,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Nindya Aldila
Editor : Akhirul Anwar

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper