Bisnis.com, JAKARTA -- Peningkatan signifikan defisit neraca pembayaran jasa asuransi pada kuartal I/2019 dinilai terkait dengan adanya aliran premi dengan nilai pertanggungan cukup tinggi pada lini properti dan energi ke luar negeri lantaran kapasitas dalam negeri tidak memadai.
Data Bank Indonesia tentang Laporan Neraca Pembayaran Indonesia menunjukkan defisit jasa asuransi dan dana pensiun pada kuartal I/2019 mencapai US$213 juta. Realisasi itu meningkat 22,41% sebab pada kuartal I/2018 realisasinya US$174 juta.
Pertumbuhan defisit pada kuartal I/2019 ini menjadi yang tertinggi dalam 5 tahun terakhir.
Data BI menunjukkan pada periode itu, ekspor jasa tercatat senilai US$7 juta sedikit turun dari kuartal I/2018 yang tercatat senilai US$8 juta. Di sisi lain, impor jasa naik lebih signifikan dari US$181 juta pada kuartal I/2018 menjadi US$220 juta.
Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Dody Achmad Sudiyar Dalimunthe menjelaskan secara mendasar defisit jasa asuransi itu disebabkan oleh pembayaran premi ke luar negeri lebih banyak dibandingkan premi yang masuk dari luar negeri.
Kondisi itu, jelasnya, bisa dipicu oleh sejumlah faktor.
“Terdapat pembayaran premi tinggi pada triwulan I/2019, salah satunya karena ada risiko dengan nilai pertanggungan cukup tinggi di lini bisnis asuransi property dan asuransi energi,” ujarnya kepada Bisnis.com, sebagaimana dikutip Jumat (21/6/2019).
Dody menilai kedua lini bisnis tersebut memiliki potensi risiko dengan karakteristik yang kompleks dengan nilai pertanggungan besar sehingga memerlukan penempatan reasuransi.
Pemanfaatan layanan jasa reasuransi ini, jelasnya, mengandaikan kapasitasnya memadai. Bila tidak, premi tersebut akan ditempatkan di reasuransi luar negeri.
“Saat kapasitas reasuransi dalam negeri tidak mencukupi, maka ditempatkan ke luar negeri,” ungkapnya.
Di sisi ekspor jasa asuransi, Dody menilai pelaku asuransi umum di Indonesia masih berfokus untuk menggarap pasar domestik. Dengan begitu, jelas dia, aliran premi, sebagai penempatan risiko, dari luar negeri ke Indonesia masih minim.
“Jasa asuransi masih belum menjadi komoditas ekspor. Hal itu tampak jelas dalam data, di mana premi dari luar negeri dibawah US$10 juta pada triwulan I/2019, meskipun terdapat kenaikan pertumbuhan dalam 5 tahun terakhir.”
Sebagai informasi, Bank Indonesia mencatat neraca jasa asuransi dan dana pensiun pada 2018 juga mencatatkan defisit, yakni senilai US$643 juta. Defisit neraca jasa sektor itu pada 2018 meningkat 12,81% sebab pada 2017 realisasinya US$570.
Pada periode itu, ekspor jasa tercatat senilai US$86 juta naik dari 2017 senilai US $83 juta, sedangkan impor jasa naik lebih signifikan dari US $653 juta pada 2017 menjadi US $728 juta.
Padahal, pada 2017 defisit neraca jasa sektor asuransi dan dana pensiun masih turun sekitar 13,77% dibandingkan realisasi tahun sebelumnya yang tercatat sebesar US$661 juta. Pada 2016 penurunan itu lebih signifikan, yakni mencapai 25,6% sebab pada 2015 defisit neraca pembayaran jasa asuransi dan dana pensiun tercatat sebesar US$888 juta.