Bisnis.com, JAKARTA—Demi memperkuat posisi kepemilikan saham, Pemerintah Provinsi Aceh akan menyuntikan modal baru senilai Rp900 miliar ke PT Bank Aceh Syariah pada tahun 2020.
Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) Bardan Sahidi menuturkan, pemerintah provinsi beserta DPRA tengah membahas rencana untuk penyuntikan dana segar untuk Bank Aceh.
Upaya ini ditujukan untuk memperkuat posisi kepemilikan modal, serta mempercepat penetrasi Bank Aceh dalam menggarap proyek-proyek infrastruktur potensial di Aceh.
"Kepemilikan modal kami saat ini memang sudah di atas 51%, tetapi kami ingin lebih tinggi lagi. Kami juga ingin mempercepat transmisi Bank Aceh dalam menyalurkan pembiayaan ke proyek-proyek infrastruktur," katanya kepada Bisnis, Rabu (3/7/2019).
Berdasarkan laporan publikasi Bank Aceh Syariah, porsi kepemilikan saham Pemerintah Provinsi Aceh pada kuartal pertama tahun ini mencapai 59,88%, sedangkan sisanya 40,12% dimiliki oleh Pemerintah Kabupaten/Kota Seprovinsi Aceh.
Bardan menuturkan Bank Aceh memiliki kinerja yang cukup baik sepanjang tahun lalu. Namun, sayangnya Bank Aceh masih belum dapat menggarap beberapa proyek infrastruktur besar.
Baca Juga
Hal ini membuat beberapa potensi peningkatan penyaluran pembiayaan dan peningkatan pendapatan menjadi berkurang.
"Sayang sekali, infrastrukturnya di Aceh, tetapi bank-bank besar nasional yang menggarapnya. Dengan tambahan modal ini, Bank Aceh bisa punya kemampuan, dan menaikkan batas minimum penyaluran dananya [BMPD]," katanya.
Adapun, laba bersih perseroan pada awal tahun ini tercatat Rp70,75 miliar, atau turun 40,40% (year-on-year/yoy). Hal ini disebabkan oleh pendapatan operasional yang hanya tumbuh 5,92% (yoy), sedangkan beban operasional selain penyaluran dana tumbuh 23,36% (yoy).
Total penyaluran pembiayaan pada kuartal pertama tahun ini tercatat Rp13,25 triliun, atau naik moderat 3,92% (yoy).
Segmen kredit yang menjadi andalan perseroan adalah konsumer dengan porsi mencapai 87%, sedangkan sisanya adalah kredit produktif yang disalurkan ke beberapa sektor seperti konstruksi, perdagangan, restoran, dan hotel, serta perindustrian.
Di sisi lain, pembiayaan bermasalah perseroan tergolong terkendali pada awal tahun ini, meski ada sedikit lonjakan rasio non performing financing (NPF) gross menjadi 1,96% dari 1,50% kuartal pertama tahun lalu.