Bisnis.com, JAKARTA—Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara menilai bahwa keberadaan bank-bank domestik yang menggeser posisi bank asing di jajaran 5 besar mandated lead arranger (MLA) dalam kredit sindikasi menandakan dua hal.
“Pergeseran tren ini bisa dilihat dari sisi yang positif, bisa juga menandakan kekhawatiran dari pemain-pemain asing dalam berinvestasi atau memberi pinjaman di proyek-proyek yang ada di Indonesia,” katanya kepada Bisnis, Selasa (9/7/2019).
Bhima mengatakan, posisi Standard Chartered Bank sedang mengalami perlambatan pertumbuhan di negara-negara berkembang sehingga sindikasi yang dipimpin oleh bank tersebut sedikit menurun.
Begitu juga dengan MUFG, bank asal Jepang, yang juga dinilai cenderung menahan diri dan kewalahan dengan perlambatan ekonomi yang ada di Jepang.
“Versi World Bank, sampai 2020 ekonomi Jepang sedikit melambat. Selain itu, Jepang juga perang dagang dengan Korea Selatan, jadi complicated, banyak perusahaan Jepang bermain aman,” katanya.
Di sisi lain, naiknya sindikasi yang dipimpin bank domestik sejalan dengan gencarnya bank-bank BUMN mencari pendanaan untuk infrastruktur.
Baca Juga
“Karena kebutuhan pembiayaan infrastruktur cukup besar, strategi sindikasi ini salah satu cara, dan kebetulan lead sindikasinya perbankan BUMN,” kata Bhima.
Berdasarkan Bloomberg League Table Reports Global Syndicated Loan, 4 bank besar Tanah Air yang mendominasi penyaluran kredit sindikasi di antaranya PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk., PT Bank Mandiri (Persero) Tbk., PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk., PT Bank Central Asia Tbk.
Keempat bank tersebut menguasai pangsa pasar sebesar 38,48% sebagai MLA sampai dengan kuartal II/2019, sementara bank milik asing menguasai pangsa pasar sebesar 22,83%.
BNI tercatat di urutan nomor satu sebagai MLA dengan pangsa pasar 13,09% dan volume kredit US$1.290,94 juta per Juni 2019.