Bisnis.com, JAKARTA - Bank Indonesia (BI) dipandang masih terlalu berhati-hati dalam menurunkan suku bunga acuan atau BI 7-day Reverse Repo Rate (7DRR).
Seperti diketahui, kemarin BI menurunkan BI 7DDR sebesar 25 bps dari 6% menjadi 5,75%.
BI juga menurunkan suku bunga Deposit Facility sebesar 25 basia poin menjadi sebesar 5,00%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 25 bps menjadi 6,50%.
Hal ini dalam rangka mendorong momentum pertumbuhan ekonomi di tengah ketidakpastian global yang sudah mulai terkendali.
Meski demikian, ekonom Insitute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengatakan bahwa penurunan suku bunga acuan tersebut masih terlalu kecil.
"Harapannya 50 bps untuk mengefektifkan stimulus ke perbankan dan sektor riil," katanya kepada Bisnis.com, Kamis (18/7/2019).
Dengan penurunan suku bunga acuan yang lebih besar maka bank akan lebih cepat untuk menurunkan bunga kredit.
Hal ini akan mendorong dunia usaha untuk meminta tambahan kredit dari bank yang diikuti dengan ekspansi menuju pasar domestik maupun ekspor.
Bhima berharap ke depannya BI kembali menurunkan kembali suku bunga acuan sebesar 25 bps sehingga menjadi 5,5% mengingat kondisi inflasi dan kurs rupiah serta cadangan devisa yang stabil.
Penurunan suku bunga acuan juga perlu diimbangi dengan kebijkan fiskal yang lebih tepat sasaran. Menurutnya, hingga saat ini 16 paket kebijakan ekonomi yang dikeluarkan oleh pemerintah masih kurang efektif.
Oleh karena itu, insentif-insentif pajak yang selama ini dikeluarkan pemerintah perlu dikaji ulang, insentif fiskal juga perlu dipertajam. "Investor belum tentu perlu tax holiday dan tax allowance," katanya.
Insentif fiskal yang dikeluarkan oleh pemerintah harus dipertajam dengan memperhatikan kebutuhan masing-masing sektor industri.