Bisnis.com, JAKARTA -- Likuiditas menjadi satu isu utama PT Bank Kesejahteraan Ekonomi (BKE) pada tahun ini. Perusahaan membatasi ekspansi kredit seiring dengan ketatnya persaingan penghimpunan dana di pasar.
Direktur Utama BKE Sasmaya Tuhluley mengatakan bahwa kebutuhan likuiditas tertinggi ada di bank besar, khususnya Bank Umum Kelompok Usaha (BUKU) III.
“Karena kebutuhan mereka tinggi, mereka menawarkan suku bunga tinggi,” ujarnya kepada Bisnis, Kamis (8/8/2019).
Hal itu pun membuat nasabah lebih melirik bank besar. Posisi rentabilitas saat ini, membuat bank kecil kesulitan untuk bersaing dalam hal suku bunga deposito.
Sasmaya menambahkan bagi bank, likuiditas menjadi hal yang utama karena komponen tersebut yang menjadi bahan bakar bank untuk menjalankan bisnis.
“Likuiditas itu harus tahan mati-matian berapapun cost,” tuturnya.
Baca Juga
Pada semester I/2019, BKE terbilang konservatif dalam penyaluran kredit. Total portofolio pembiayaan bank tumbuh 3,5 persen secara year-on-year (yoy) menjadi Rp3,35 triliun.
Sementara itu, Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh 7,6 persen yoy menjadi Rp3,54 triliun. Kinerja kredit dan DPK itu membuat rasio kredit terhadap simpanan (Loan to Deposit Ratio/LDR) bank longgar, dari 98,32 persen menjadi 94,61 persen.
Sasmaya berharap regulator dan otoritas akan bekerja sama menelurkan kebijakan yang akomodatif terhadap likuiditas perbankan. Sebelumnya, pemangkasan Giro Wajib Minimum (GWM) sebanyak 50 basis poin (bps) cukup membantu bank kecil karena bank besar tidak lagi terlalu berlomba mencari dana nasabah.
Hingga akhir 2019, bank bermodal inti kurang dari Rp1 triliun diperkirakan masih belum agresif dalam penyaluran kredit. BKE masih menunggu tambahan modal yang diperkirakan masuk pada paruh kedua tahun ini.