Bisnis.com, JAKARTA - Amerika Serikat berhasil meyakinkan pemerintah Indonesia untuk melonggarkan aturan Gerbang Pembayaran Nasional (GPN). Hal ini untuk memudahkan dua perusahaan switching asal Negeri Paman Sam melanjutkan bisnis di Indonesia. Demikian mengutip Reuters, Jumat (4/10/2019).
Relaksasi itu memungkinkan perusahaan AS memproses transaksi kartu kredit tanpa harus bermitra dengan perusahaan lokal di Indonesia. Sebelumnya Bank Indonesia sempat menyatakan bahwa kartu kredit akan menjadi alat pembayaran yang diatur oleh GPN, setelah kartu debit.
Reuters menangkap upaya lobi tersebut melalui peninjauan pada lebih dari 200 halaman surat elektronik tertanggal antara April 2018 hingga Agustus 2019.
Dalam surat elektronik tersebut juga menunjukan bahwa Mastercard melobi Perwakilan Dagang Amerika Serikat (US Trade Representatives/USTR) untuk menentang aturan sistem pembayaran di India, Vietnam, Laos, Ukraina, dan Ghana. Visa dilibatkan dalam diskusi antara kedua pihak.
Adapun status perdagangan istimewa atau Generalized System of Preferences (GSP) menjadi alat tawar relaksasi sistem pembayaran di Indonesia. Pasalnya GSP memberikan tarif ekspor Indonesia lebih rendah ke Amerika Serikat dengan total nilai US$2 miliar per tahun.
Masih mengutip Reuters, seorang juru bicara BI mengatakan bahwa perannya dalam perundingan GSP telah berakhir dan kartu kredit tidak akan diatur dalam waktu dekat.
Baca Juga
Deputi Menko Perekonomian Rizal Affandi Lukman mengklaim keputusan itu diambil secara independen. Dia menegaskan bahwa bank sentral tidak dapat dikendalikan oleh AS.
Sebelumnya pada medio 2018, Bisnis mendapatkan informasi bahwa USTR melayangkan protes atas aturan Bank Indonesia tentang GPN. Satu pejabat bank sentral menyatakan bahwa upaya mewujudkan kemandirian industri keuangan itu diprotes karena mengatur batas kepemilikan.
Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 19/8/PBI/2017 tentang GPN ada dua opsi bagi perusahaan switching asing untuk melayani transaksi kartu debit. Pertama mengganti komposisi saham dengan kepemilikan lokal sebesar 80%. Kedua, menjadi mitra perusahaan switching dalam negeri yang memiliki lisensi GPN.
Hal itu akhirnya membuat Pemerintah Amerika Serikat menjadikan GPN sebagai satu hambatan dalam kesepakatan fasilitas fiskal generalized system of preferences (GSP) dengan Indonesia. Seperti diketahui, dua switching asing asal Negeri Paman Sam, Mastercard dan Visa telah lama berbisnis menjadi penyedia jasa sitem pembayaran bank di Tanah Air.
Saat ini Mastercard telah resmi bermitra dengan perusahaan lokal, PT Artajasa Pembayaran Elektronis. Menteri Perdagangan Republik Indonesia Enggartiasto Lukita turut hadir dalam acara seremonial pada medio Agustus 2019 tersebut.
Enggar membuka pidatonya dengan menjelaskan posisi pemerintah saat ini yang memiliki arah jelas bagi pelaku usaha. Bahkan kebijakan yang diambil memiliki manfaat untuk memperdalam integrasi dengan ekonomi global.
“Kerja sama ini jadi sinyal bagus ke dunia,” katanya dalam kata sambutan.
Direktur Mastercard Indonesia Tommy Singgih mengatakan bahwa perusahaan telah mengikuti segala aturan tentang GPN. “Untuk bisa kerja sama, data center kami di Indonesia. Kami juga buat command center. Kemudian kewajiban dari regulasi adalah harus kerja sama dengan salah satu switching lokal,” katanya usai penandatanganan kerja sama.
Mastercard pun dengan demikian tetap kebagian kue pasar transaksi kartu debit domestik. Namun dengan skema harga yang telah diatur oleh Bank Indonesia.
Berdasarkan lampiran Peraturan Anggota Dewan Gubernur No.19/10/PADG/2017 tentang GPN, Mastercard memiliki ruang untuk menambah biaya merchant discount rate (MDR) untuk jenis merchant reguler dan kategori pendidikan serta SPBU maksimal sebesar 0,15%. Biaya tambahan MDR dari transaksi intrabank tersebut, menjadi komisi bagi Mastercard.
Seperti diketahui GPN mengatur biaya MDR bagi transaksi antar bank (on us) dan intrabank (off us). Transaksi on us dikenakan biaya MDR sebesar 0,15% dan off us antara 0,50% hingga 1%.