Bisnis.com, JAKARTA - Grup Sinarmas telah memastikan bahwa tidak ada rencana aksi konsolidasi antara PT Bank Sinarmas Tbk. dengan PT Bank China Construction Bank Indonesia Tbk. (MCOR) setelah konglomerasi usaha tersebut menjadi pembeli siaga saham bank asal China tersebut.
Namun, para pengamat industri perbankan terus berspekulasi tentang aksi korporasi ini. Betapa tidak, di tengah agenda konglomerasi yang begitu padat, anak usaha Sinarmas, PT Sinar Mas Multiartha Tbk. (SMMA), justru membeli saham MCOR dan tak pernah memberi sinyal adanya pembelian saham sebuah bank sebelumnya.
Fenomena ini bahkan sangat berbeda dengan konglomerasi lain yang merencanakan pembelian saham, atau bahkan merger dalam kurun waktu yang panjang, dan bahkan sering putus-nyambung.
Proyeksi aksi korporasi lanjutan juga bukan tanpa alasan. Ada ketentuan single presence policy (SPP) dari Bank Indonesia (BI) yang saat ini masih belum memperbolehkan konglomerasi memiliki dua bank.
Sementara itu, Sinar Mas Multiartha memiliki saham 55,59% saham pada PT Bank Sinarmas Tbk. yang mengartikan bahwa mereka tidak boleh menjadi pemegang saham pengendali pada dua bank berbeda.
Baca Juga
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah menyampaikan rencana aksi korporasi ini berkemungkinan besar mendorong Grup Sinarmas untuk melakukan merger. “Kalau memang ada rencana aksi korporasi itu, arahnya pasti akan merger,” katanya.
Lagi pula, menurut Piter, penggabungan dua entitas itu justru lebih efektif. Bank yang lahir nantinya akan memiliki produk perbankan yang lebih lengkap, dan memiliki daya saing lebih baik.
Sebagai informasi, laporan keuangan konsolidasi Juni 2019 PT Bank Sinarmas Tbk. menyebutkan perseroan memiliki total aset Rp36,99 triliun, dengan kredit Rp21,93 triliun.
Adapun, emiten berkode BSIM ini memiliki kredit modal kerja dan konsumer dengan porsi 75,5%, sedangkan sisanya adalah kredit investasi.
Sementara itu, PT Bank China Construction Bank Indonesia Tbk. mencatatkan aset Rp16,2 triliun, dengan total kredit Rp12,2 triliun. Adapun, porsi kredit investasi dan modal kerja perseroan mencapai 91,5%, dan sisianya adalah kredit konsumer serta kredit pihak berelasi.
Sebaliknya, Direktur Investa Saran Mandiri Hans Kwee berpendapat potensi merger terlalu kecil. Pasalnya, kedua pemilik bank memiliki rencana bisnis yang sangat bertolak belakang dari masing-masing banknya.
“Memang untuk mengartikan aksi korporasi ini terlalu dini. Namun, saya rasa kemungkinan merger ini terlalu kecil,” katanya.
PORTOFOLIO INVESTASI
Namun, apapun prediksi pasar saat ini, Grup Sinarmas menyampaikan masuknya Sinarmas Multiartha sebagai pemegang saham di Bank China Construction Bank Indonesia ini, hanya sebatas portofolio investment, yang ditujukan untuk transfer of knowledge.
“Iya benar, tetapi hanya untuk portofolio investment. Kami ingin belajar dari mereka,” kata Managing Director Grup Sinarmas, Gandhi Sulistiyanto kepada Bisnis, Jumat (18/10).
Hal serupa juga diungkapkan oleh Direktur SMMA Dani Lihardja. Dia mengatakan sejauh ini belum ada rencana penggabungan antara Bank Sinarmas dengan CCB Indonesia. Keduanya kemungkinan akan tetap berjalan masing-masing.
Namun, sinergi antara kedua bank tentu dimungkinkan. “Kerja sama asuransinya, misalnya,” katanya.
Adapun, Sinar Mas Multiartha hendak menjadi pemegang saham Bank CCB Indonesia. Entitas anak Sinar Mas Group ini menjadi pembeli siaga Penawaran Umum Terbatas (PUT) V bank hasil penggabungan antara PT Bank Windu Kentjana International Tbk. dan PT Bank Antardaerah pada 2016 tersebut.
Mengutip keterbukaan informasi, Kamis (17/10), CCB Indonesia hendak menerbitkan 32 miliar saham baru dengan nilai nominal Rp100. Total saham baru tersebut akan setara 65,80% dari jumlah beredar setelah PUT V. Setiap pemegang saham lama diberikan hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD). Apabila pemegang saham perseroan tidak melaksanakan hak sesuai dengan porsi sahamnya, kepemilikan akan terdilusi paling banyak 65,80%.
Bagaimanakah kelanjutannya? Apakah dua entitas dari bank umum kelompok usaha (BUKU) II ini akan dan dapat dipersatukan?
Kita tentu harus menunggu. Namun, yang jelas, konglomerasi ini selalu bisa mencari cara efektif untuk dapat meningkatkan valuasi aset-asetnya dengan diversifikasi usaha yang cukup luas.
Grup ini bahkan sudah memiliki dua perusahaan teknologi finansial, yakni Finmas dan Danamas, di tengah banyak bank-bank kecil lain masih khawatir dengan perkembangan tekfin yang signifikan.