Bisnis.com, JAKARTA — Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR menyatakan bahwa kisruh Asuransi Jiwa Bersama atau AJB Bumiputera 1912 merupakan masalah paling krusial yang harus segera diselesaikan oleh Otoritas Jasa Keuangan atau OJK.
Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Komisi XI DPR Dito Ganinduto usai rapat tertutup atara anggota dewan dengan OJK, Senin (18/11/2019) di Gedung DPR, Jakarta. Rapat tersebut awalnya berlangsung terbuka mulai pukul 10.00 WIB, tetapi menjadi tertutup mulai pukul 14.00 WIB.
Dito menjelaskan bahwa dalam rapat tertutup tersebut setidaknya terdapat empat permasalahan yang mendapatkan sorotan, yakni masalah PT Asuransi Jiwasraya (Persero), Bumiputera, PT Bank Muamalat Tbk., dan PT Hanson International Tbk.
Dari keempat masalah tersebut, menurut Dito, masalah Bumiputera merupakan yang paling krusial. OJK sebagai regulator pun dinilai harus mengambil langkah cepat.
“Mungkin menurut kami yang paling krusial itu [masalah] Bumiputera, karena ini kan mutual. Jadi menunggu Peraturan Pemerintah dari Presiden untuk demutual,” ujar Dito pada Senin (18/11/2019).
Dito menjabarkan bahwa demutual merupakan salah satu opsi yang menjadi pembahasan dalam rapat tertutup. Menurutnya, demutualisasi akan lebih memudahkan penyelesaian masalah keuangan Bumiputera.
Baca Juga
Meskipun begitu, Dito tidak dapat menjelaskan lebih lanjut mengenai opsi demutualisasi tersebut, dengan dalih bahwa rapat berlangsung tertutup. "Detilnya tidak boleh saya sampaikan," ujarnya.
Dia menjelaskan bahwa saat ini perusahaan asuransi berbentuk mutual satu-satunya di Indonesia tersebut memiliki jajaran direksi yang relatif baru dan belum berkomunikasi dengan DPR. Oleh karena itu, Komisi XI akan memanggil pihak perseroan dan Badan Perwakilan Anggota (BPA) Bumiputera.
Dito tidak dapat memastikan kapan pihaknya akan bertemu dengan jajaran direksi dan BPA Bumiputera. Dia menjelaskan bahwa jadwal DPR sudah lebih ketat karena mendekati masa reses.
Berdasarkan data kondisi keuangan Bumiputera yang diperoleh Bisnis, Bumiputera memiliki klaim jatuh tempo sebesar Rp961,25 miliar pada November dan Desember 2019. Selain itu, diperkirakan outstanding claim hingga akhir tahun mencapai Rp4,58 triliun.
Sepanjang 2019 diproyeksikan pendapatan premi Bumiputera sebesar Rp3,1 triliun. Kondisi tersebut dapat memengaruhi ekuitas perseroan yang pada Mei 2019 tercatat negatif Rp20,64 triliun.
Selain itu, berdasarkan data kondisi keuangan lainnnya yang diperoleh Bisnis, risk based capital (RBC) Bumiputera pada paruh pertama 2019 tecatat -628,42%, jauh di bawah ketentuan minimal dari OJK sebesar 120%.